REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–-Mediasi antara orang tua anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) DKI dan Purna Paskibra Indonesia (PPI) DKI yang digagas Dinas Olah Raga dan Pemuda (Disorda) DKI Jakarta, terkait dugaan lari telanjang yang dialami 14 anggota Paskibra putri, menemui jalan buntu. Sejumlah orang tua berinisiatif akan membawa kasus ini melalui jalur hukum, karena tidak puas dengan hasil investigasi yang dilakukan PPI.
Lauren Nouville, salah seorang orang tua anggota Paskibra memastikan akan menempuh jalur hukum. Dia mengaku kecewa dengan penjelasan tim investigasi PPI yang bertolak belakangan dengan keterangan yang dia peroleh dari sejumlah anggota orientasi kepaskibraan (OK). "Banyak pernyataan yang tidak sesuai dengan fakta," kata Lauren kepada wartawan, Ahad (22/8).
Beberapa fakta yang tidak sesuai antara lain, hasil investigasi internal yang menyatakan peserta OK 2010 langsung menanggalkan pakaiannya tanpa diinstruksikan secara langsung oleh kakak barak (senior paskibra). "Itu tidak benar. Para peserta diminta membuka pakaian dan menyuruh para peserta berbaris dan berjalan ke kamar mandi. Begitupun setelah selesai mandi. Mereka kembali ke kamar tanpa pakaian sehelai pun," ungkap Lauren.
Menurut dia, perlakuan senior Paskibra telah merendahkan martabat sejumlah peserta didik, termasuk anak kandungnya. “Saya tidak akan berhenti sampai orang yang dinyatakan bersalah dikeluarkan dari institusi PPI. Termasuk Mahdi (Ketua Tim Investigasi). Ini sikap pribadi saya. Saya tidak ingin permasalahan ini selesai setengah-setengah,” kata Lauren.
Juru bicara perkumpulan orang tua anggota paskibra DKI Jakarta tahun 2010, Made Wirathma, mengatakan para orang tua anggota Paskibra telah menggelar rapat untuk menanggapi hasil investigasi PPI. Namun, pihak orang tua pihak orang tua belum memiliki sikap final, lantaran rapat yang digelar Sabtu (21/8) lalu, hanya diikuti oleh setengah orang tua murid. "Kami tidak ingin gegabah mengambil kesimpulan. Karena ini menyangkut nasib anak-anak," ujarnya.
Made mengakui, hasil investigasi itu disikapi beragam oleh para orang tua murid. Termasuk kemungkinan penyelesaiannya melalui jalur hukum. “Kalau ada yang melapor, itu hak mereka. Kami tidak bisa melarang,” ujarnya
Berdasarkan laporan investigasi, lanjut Made, pihak orang tua telah mencatat sedikitnya 3 fakta yang dialami oleh anak mereka ketika mengikuti bimbingan mental dan fisik yang berlangsung di komplek Pendidikan Pramuka Nasional di Cibubur, pada 2 hingga 6 Juli 2010 lalu. "Laporan sudah disampaikan ke Disorda DKI, dan kita juga diberi salinannya," kata Made.
Pelecehan yang dialami 14 anggota Paskibra DKI ini terungkap setelah orang tua korban melapor ke Disorda DKI bahwa anaknya diminta berlari dari barak perkemahan menuju kamar mandi atau sebaliknya, tanpa mengenakan busana sehelai pun. Jarak antara kamar mandi dan barak perkemahan sepanjang 10 meter. Disorda DKI kemudian mencoba melakukan mediasi dan meminta PPI menyelesaikannya secara internal dengan membentuk tim investigasi.
Laporan tim investigasi juga membenarkan adanya dugaan pelecehan tersebut dan merekomendasikan sanksi skorsing selama lima tahun terhadap empat anggota PPI. Menurut rencana, hasil investigasi PPI akan direspon pihak orang tua dengan pernyataan sikap. Hal yang menjadi pokok bahasan adalah rekomendasi tentang sanksi dan pertanggungjawaban organisasi serta perbaikan sistem pembinaan.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto, tak keberatan jika kasus ini diproses secara hukum. Namun, kata dia, proses hukum belum bisa dilakukan karena para orang tua anggota Paskibra belum ada yang melaporkan kasus tersebut. Prijanto menyarankan agar agar orang tua korban segera melapor ke Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya.
“Ini memang harus proses hukum. Namun, informasinya hingga saat ini Polda belum menerima laporan dari orang tua,” ujar mantan Asisten Teritorial Kepala Staf Angkatan Darat ini.
Prijanto menduga oknum senior Paskibra memiliki kelainan seksual. Hal itu terlihat dari hasil investigasi PPI yang sudah diterimanya.Secara khusus, Prijanto meminta Disorda DKI Jakarta untuk menyelesaikan masalah ini melalui jalur hukum. Sebab, di dalamnya ada unsur pidana menyangkut pelecehan seksual. Terlebih, korbannya adalah pelajar yang dikhawatirkan dapat merusak masa depan mereka, akibat trauma yang dialami setelah kejadian tersebut.
Sementara itu, Ketua Tim Investigasi PPI Mohammad Mahdi menghormati keputusan para orang tua anggota Paskibra. Termasuk rencana Lauren yang akan mengadukan panitia orientasi kepaskibraan kepada pihak kepolisian. “Itu hak mereka,” tegasnya.
Meski demikian, Mahdi mengaku akan tetap berpegang pada hasil temuan tim investigasi. Sebab, pihaknya mengaku sudah bekerja maksimal dengan meminta keterangan terhadap 67 saksi. “Semua keterangan ditandatangani diatas materai,” ujarnya.
Rencananya, Senin (23/8), Komisi E DPRD DKI Jakarta akan memanggil Kepala Disorda DKI, Saefullah. Ketua Komisi E DPRD DKI Firmansyah mengatakan, pemanggilan terhadap Kepala Disorda DKI Saefullah untuk minta penjelasan soal pelecehan seksual terhadap 14 anggota Paskibra. “Kita jadwalkan pertemuan ini Senin (23/8) (hari ini). Komisi E juga akan meminta hasil investigasi,” kata Firmansyah.
Sekretaris DPD Partai Demokrat DKI Jakarta ini mengungkapkan, perbuatan yang dilakukan oleh oknum instruktur dari PPI DKI Jakarta terhadap anggota Paskibra tersebut, telah mencemarkan nama baik institusi PPI maupun nama baik DKI Jakarta. Karena itu, pihanya mendorong agar kasus ini diselesaikan secara hukum. “Karena kita ini tinggal di negara hukum,” ujarnya.