REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-–Wali Kota Jakarta Barat, Burhanuddin, bertekad untuk membela kepentingan warga Meruya Selatan. Ia pun tak ingin aset pemda hilang.
Burhanuddin mengaku terharu dan bangga atas perjuangan yang dilakukan warga Meruya Selatan terhadap lahan seluas 78 hektare. Ia menyatakan siap pasang badan atas perkara tanah tersebut. “Saya tidak takut,” katanya terhadap sengketa tanah yang sudah berlangsung sejak Mei 2007.
“Sampai kapan pun kami akan tetap mempertahankan hak warga,” katanya Senin (27/9). Pernyataan itu diucapkan wali kota saat acara temu ramah antara Ketua Tim Kerja Rakyat Meruya Selatan, Sukayat (didampingi Johanes, Manaf, serta Jawahir) dan pejabat pemerintah kota Jakarta Barat. Selain wali kota, hadir pula di Ruang Pola Kantor Wali Kota Jakarta Barat, Kapolres Jakarta Barat Kombes Pol Yazid Fanani dan Komandan Kodim 0503 Jakarta Barat, Letkol Kav Eko Susetyo.
Sukayat mengatakan banyak orang berpendapat kasus Meruya Selatan sudah usai. Padahal, MA belum membatalkan keputusan itu sekalipun institusi penegak hukum sudah mengeluarkan pernyataan. “Dikhawatirkan, eksekusi masih bisa dilakukan,” paparnya.
Komisi Yudisial (KY) melalui dua putusannya tanggal 1 Agustus 2007 dan tanggal 15 September 2010 menyatakan lahan di Meruya Selatan tidak bisa dieksekusi karena batas-batas yang akan diesksekusi tidak jelas. KY juga mempertegas PT Portanigra tidak mempunyai hak tanah di Meruya Selatan.
Kantor Pertanahan Jakarta Barat (BPN) pun punya sikap yang sama. Melalui suratnya tanggal 9 April 2008, BPN tetap mengesahkan produk sertifikat yang diterbitkan. Mereka tetap melayani warga Meruya Selatan (sekitar 21 ribu orang) yang akan meningkatkan status surat-surat hak atas tanahnya.
Menurtut Sukayat, yang lebih memprihatinkan adalah keputusan MA terdapat 89 kekeliruan. “Seharusnya satu saja putusan MA keliru, secara otomatis batal demi hukum,” katanya. Tetapi MA tidak mengusik kekeliruannya dan tidak mau membatalkannya.
Tak berhenti sampai situ, upaya lain yang dilakukan oleh Tim Kerja Rakyat Meruya Selatan memohon perlindungan hukum ke-18 institusi negara seperti KY, Ombudsman, DPR, Kapolri, Panglima ABRI, Satgas Anti Mafia Hukum, KPK sampai ke Presiden. Hanya saja, masalah itu tak mendapatkan respon berarti.