Rabu 03 Nov 2010 00:16 WIB

Biar tak Banjir, Jakarta Perlu 1.000 Waduk

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR--Pemerintah DKI Jakarta membutuhkan sekitar 1.000 "folder" atau waduk penampung air hujan yang satu sama lain terhubung dengan pompa air, sebagai salah satu solusi menghadapi banjir yang disebabkan oleh tingginya curah hujan di wilayah hilir. Guru besar Fakultas FMIPA Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Hidayat Pawitan mengatakan di Bogor, Jawa Barat, Selasa, idealnya setiap 100 hektare lahan dibutuhkan satu waduk seluas satu hektare.

"Untuk mengamankan areal seluas 100 hektare dibutuhkan satu folder atau waduk seluas satu hektare. Dengan kedalaman lima meter folder tersebut bisa menampung sekitar 50 ribu meter kubik air," kata pakar tata air dari Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA tersebut. Tetapi jumlah ideal tersebut harus disesuaikan dengan kondisi dan prioritas pembangunan Pemda DKI Jakarta, untuk menentukan daerah mana yang sekiranya paling membutuhkan waduk tersebut.

Menurut Hidayat, pemerintah kolonial Belanda dulu juga sudah membangun waduk untuk menampung air, tetapi belum terkoneksi satu sama lain dengan pompa air. Saat ini di kota seluas 650 ribu hektare tersebut terdapat 42 waduk dan 14 situ.

Situasi sekarang, lanjut dia, berbeda karena daratan Jakarta sudah semakin ambles sedangkan curah hujan lebih tinggi karena cuaca ekstrem. Sehingga dibutuhkan pompa air untuk mengalirkan air dari waduk menuju saluran alam yaitu sungai dan laut.

Ia menjelaskan, banjir di Jakarta terjadi karena dua hal, pertama karena kiriman air dari daerah hulu di Bogor dan kedua karena hujan lokal yang tidak bisa tersalurkan dengan normal karena sistem drainase yang tidak mendukung.

Untuk mengatasi banjir Jakarta yang terjadi akibat limpasan air dari hulu, telah dibangun Banjir Kanal Barat oleh Belanda dan sekarang ini dilanjutkan dengan Banjir Kanal Timur. "Namun sistem banjir kanal ini tidak akan efektif untuk mengatasi banjir yang diakibatkan oleh tingginya curah hujan di Jakarta sendiri," katanya.

Pemda juga bisa membangun saluran alir bawah tanah, namun teknologi ini lebih rumit dan membutuhkan dana jauh lebih besar.

Hidayat mengatakan, masalah banjir di Jakarta terjadi karena infrastruktur yang tidak memadai dan kondisi sosial masyarakat yang tidak mendukung. "Banjir sudah sejak dulu sering melanda Jakarta. Tapi dalam kondisi normal, biasanya air akan surut dalam 2-3 jam," katanya.

Sekarang ini, lanjut dia, air bahkan baru surut setelah berhari-hari karena saluran air alami dan sistem drainase yang sudah terkapling-kapling karena di atasnya berdiri bangunan. "Sistem drainase di ibukota semakin buruk. Pemda harus merancang sistem drainase kota yang utuh dan menyambung hingga ke laut," katanya.

Mengenai kemungkinan dibangunnya waduk di daerah hulu yaitu di sekitar Puncak, Kabupaten Bogor, Hidayat mengatakan, hal tersebut tidak mendesak dilakukan. "Untuk di daerah hulu yang harus dilakukan hanya memperbaiki sistem drainase yang bisa langsung mengalir ke sungai. Sistem drainase yang ada di Bogor sekarang ini juga sudah tidak layak karena tadinya itu (saluran drainase) adalah saluran irigasi yang dibangun oleh Belanda," katanya.

sumber : Ant
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement