REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR--Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dianggap terlalu telat dalam mengatasi pencemaran timbel di Desa Cinangka, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Langkah yang diambil pemerintah yakni sosialisasi dan penyuluhan dianggap tak akan mampu membendung pencemaran yang ada.
''Kita ingin ada upaya kongkrit lain dari pemerintah,'' kata Alferd, salah satu peneliti Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) pada Republika. '' Pemerintah harus memberikan pekerjaan baru pada warga semacam UKM (Usaha Kecil Menegah) agar mereka tak kembali mengolah timbel, karena itu bahaya''.
Hal senada juga diutarakan Ahmad Safrudin, koordinator KPBB. Menurutnya, tanah yang tercemar di Cinangka harus segera dilokalisasi dari manusia. '' Karena timbel tidak bisa hilang, satu-satunya cara yang harus pemerintah lakukan adalah remediasi dan pembetonan total wilayah tercemar, baik secara luas maupun kedalaman. Sehingga timbel tersebut tidak bisa mencemari wilayah lainnya dan semakin memakan banyak korban terutama anak-anak,'' jelasnya.
Sebelumnya puluhan anak Desa Cinangka, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor terdeteksi terkontaminasi timbel dalam darah mereka. Hal ini terjadi karena pencemaran timbel di wilayah itu, mencapai ratusan ribu ppm, dari batas ambang World Healt Organization (WHO) yang hanya 400 ppm.
Dari penelitian yang dilakukan KPBB terhadap 40 anak, yang diambil secara acak, rata-rata memiliki kadar timbel dalam darah sebesar 36,62 mikrogram per desiliter. Dengan tingkat minimum timbel 16,2 mikrogram per desiliter ditemukan pada anak laki-laki berumur enam tahun dan maksimum di atas 60 mikrogram per desiliter ditemukan pada anak perempuan usia tujuh tahun. ''Padahal, batas normal sesuai World Health Organization (WHO), hanya 10 miligram per desiliter,'' papar Ahmad.
Masuknya timbal ke manusia khususnya anak-anak dapat menyebabkan kerusakan fatal pada sistem syaraf. Dengan kadar 7 miligram per desiliter saja bisa menyebabkan penurunan IQ pada anak. Bila diatas 10 miligram per desiliter apalagi mencapai di atas 30 miligram per desiliter, anak-anak akan bisa mengalami kerusakan otak. Sehingga muncullah keterbelakangan mental hingga kematian.