REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDIP Tony Wardoyo mendesak PT Freeport Indonesia untuk memenuhi poin-poin amandemen sebelum kontrak karya Freeport yang diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus. Tony, yang juga berasal dari Daerah Pemilihan Papua, meminta kepada Freeport untuk melaksanakan perjanjian-perjanjian baru yang terkait dengan tanggungjawab dari Freeport untuk membangun smelter.
"Jadi sebelum UU atau amandemen IUPK itu dibuat sudah menjadi suatu uraian yang pasti, deadline pembangunan smelter, deadline pembangunan-pembangunan yang menunjang Freeport Indonesia di Papua harus segera diberlakukan dan dijadikan. Termasuk pembagian royalti, saham, hak daerah, hak provinsi dan kabupaten terkait wilayah tambang Freeport tersebut juga sudah bisa menjadi catatan secara hukum, yang bisa menjadi masukan amandemen. Begitu pun, yang menjadi kewajiban Freeport," jelas Tony, Selasa (23/6).
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Maroef Syamsuddin menegaskan korporasi siap menerima skema perubahan hubungan pola kerja dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang ditawarkan pemerintah.
"Harus siap dong. Apapun yang dipersyaratkan pemerintah, kita harus siap," ujar Maroef usai mengikuti rapat panitia kerja mineral dan batubara (Panja Minerba) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Selasa (24/6).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama PT Freeport Indonesia sebelumnya telah menyepakati perubahan status KK menjadi IUPK.
Menteri ESDM, Sudirman Said mengatakan pemerintah merespon dengan baik bagi siapapun yang mau berinvestasi di Indonesia. Tugas pemerintah menciptakan iklim investasi yang kondusif serta memberi kepastian hukum tanpa melanggar hukum.
Dalam hal Freeport, lanjut Sudirman, kepastian hukum dan investasi diberikan melalui IUPK. Pasalnya permohonan perpanjangan operasi bisa diajukan paling cepat di 2019 atau dua tahun sebelum kontrak Freeport berakhir di 2021.