REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- RUU larangan minuman beralkohol menjadi salah satu RUU yang tetap menjadi prioritas di tahun 2015. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Nasdem Taufiqulhadi mengatakan, fraksinya menyetujui pembahasaan RUU tersebut tetap menjadi prioritas penyelesaian UU di tahun 2015 ini.
Namun, Taufiq menyebutkan, masih ada beberapa catatan penting yang perlu diperhatokan dan mungkin akan menjadikan pembahasan sengit nantinya.
"Yang perlu dipahami, yakni pelarangan terhadap minuman beralkohol itu diperlukan, tapi bukan berarti pelarangan yang menjadi fokus utama. (Yang jadi fokus) dalam RUU ini adalah pengaturan terhadap keberadaan minum berakohol," kata Taufiq saat dihubungi, Rabu (24/6).
Masalah pengaturan keberadaan minuman beralkohol tidak kalah penting dibanding dengan pelarangan. Meski tidak dipungkiri bahwa alkohol dapat merusak fisik manusia dan mengganggu tatanan kehidupan sosial masyarakat, Taufik mengatakan minuman beralkohol juga dapat dikelola menjadi surplus negara.
Menurutnya, masih banyak minuman beralkohol yang merupakan produk impor. Jika mendapatkan izin dari bea cukai dan mendapatkan legalitas dalam artian diatur penjualannya, maka akan berpotensi memberikan surplus bagi negara.
"Perlu pengaturan yang ketat dan jelas terhadap keberadaaan minuman (beralkohol) tersebut," ujarnya.
Selain itu, Taufiq juga memberi pertimbangan bahwa di beberapa wilayah Indonesia, dalam jumlah tertentu, keberadaan minuman beralkohol menjadi hal yang biasa dan bahkan menjadi bagian dari adat.
Oleh karena itu, ia mengatakan, perlu diperhatikan faktor-faktor kekhususan daerah tertentu dalam pembahasan RUU pelarangan minuman berakohol.
"Kita juga tidak boleh menyampingkan atau tidak memperhatikan daerah-daerah yang menurut kami masuk ke dalam kategori kekhususan zona atau wilayah terhadap minuman beralkohol. Soal zona tertentu ini kan jadi diskusi alot," ujar Taufiq.