REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 46 Tahun 2015 mengenai Jaminan Hari Tua (JHT). Sebelumnya disebutkan JHT akan dicairkan dalam waktu 10 tahun kepesertaan. Namun akan diberikan pengecualian untuk buruh yang terkena PHK. Pekerja yang terkena PHK bisa mengambil JHT sebulan setelah PHK. Namun, Komisi IX DPR RI berpendapat agar rencana revisi PP tersebut untuk ditunda.
Ketua Komisi IX DPR RI, Yusuf Macan Effendi atau Dede Yusuf mengapresiasi tanggapan baik pemerintah untuk merevisi PP yang diprotes oleh buruh ini. Akan tetapi menurutnya, sebelum direvisi, harus ada dialog dulu antara DPR dengan buruh untuk impelementasi PP tersebut selanjutnya.
“Sebaiknya sebelum direvisi, harus duduk bersama dulu antara buruh dengan DPR. Sebab itu kan perumusannya ada macam-macam. Kalau diputuskan A, pelaksanaannya harus bagaimana. Jadi harus benar-benar dibicarakan dulu,”kata Dede saat dihubungi ROL, Sabtu malam (4/7).
Dede menjelaskan, ia memahami permintaan buruh itu, karena dana JHT merupakan hak buruh yang diambil dari gaji buruh yang disimpan setiap bulannya. Bukan dana pemerintah. Sehingga pemerintah harus mendengarkan seperti apa keinginan mereka terkait hak tersebut.
“Untuk itu revisinya harus ditunda dulu. Paling nggak setahun atau enam bulan. Pada saat penundaan itu sekaligus dilakukan sosialisasi dari revisi ini,”tuturnya.
Senin (6/7), Komisi IX DPR akan mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan Menteri Tenaga Kerja dan Direksi BPJS untuk membahas hal ini.