REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembuat surat edaran yang berisi larangan dalam aktivitas keagamaan oleh Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) dinilai melakukan perbuatan yang mencoba meruntuhkan landasan bangsa Indonesia yakni Pancasila dan UUD 1945.
Anggota Komisi III DPR RI Tjatur Sapto Edi menanggap dengan begitu tindakan tersebut melanggar aturan yang berlaku di Tanah Air. "Itu adalah perbuatan subversi yang meruntuhkan Pancasila dan UUD 1945," kata Tjatur kepada ROL, Kamis (23/7).
Perbuatan subversi ini, ujarnya dapat mengkhawatirkan karena merupakan bentuk ancaman di dalam negeri atas pemerintah yang tengah berkuasa. Surat edaran yang ditandatangani Ketua Badan Pekerja GIDI Wilayah Tolikara Pendeta Nayus Wenda dan Sekretarisnya Marthen Jingga ini terbukti melanggar aturan kebebasan yang sudah ditetapkan negara.
Menurutnya, negara sudah mengatur dengan jelas kebebasan memeluk dan menjalankan aktivitas keagamaan masing-masing. Jika kemudian sebagian orang mengeluarkan peraturan yang tidak berdasarkan undang-undang demi kepentingan sendiri maka itu berpotensi mengancam kesatuan bangsa karena berpotensi memicu pertikaian.
Selain itu sebagai negara yang bersemboyan Bhineka Tunggal Ika, aksi kekerasan saat umat Muslim menjalankan ibadah salat Idul Fitri itu juga jelas bertolak belakang. Seluruh masyarakat harus menghargai perbedaan yang tercipta di lingkungan sekitarnya.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini menentang moral agama. Agama menjunjung tinggi untuk saling bertoleransi. Sangat memprihatinkan karena justru menghambat umat lain beribadah sesuai kepercayaannya. Oleh karena itu pembuatnya harus diberikan sanksi hukum tegas agar tidak menjadi panutan ke depannya.