REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR RI menilai format Rancangan undang-undang Perlindungan Umat Beragama yang di rancang oleh pemerintah masih belum jelas. Anggota komisi VIII DPR RI, Maman Imanulhaq mengatakan dari bocoran naskah akademik yang diperoleh DPR, isi dari RUU ini masih belum mampu mencegah konflik atas nama agama dan keyakinan. Selain itu, RUU ini belum menjadikan kerukunan antar umat beragama sebagai prioritas.
"Rancangan undang-undang ini baru mengatur definisi agama resmi. Belum mencakup semua keyakinan. Padahal kita berharap RUU PUB melindungi semua keyakinanan. Kedua RUU ini masih copas (copy paste) peraturan sebeumnya yakni SKB tiga menteri dan PNPS. Seharusnya RUU ini lebih operasional dan aplikatif," ujar Maman Immanulhaq kepada ROL, Kamis (23/7).
Ia menjelaskan, RUU PUB harus mampu mengakomodir hak-hak konstitusi warga negara yang tercantum dalam pasal 29 ayat 1 UUD 1945. Sehingga RUU ini dapat menjadi payung besar dalam terciptanya toleransi dan nilai-nilai kemanuasian dalam kehidupan beragama.
Ia melanjutkan, RUU PUB tidak perlu mengatur pemberian sanksi kepada pihak yang melakukan kejahatan atas nama agama. Pemberian sanksi biarlah menjadi ranah aparat penegak hukum. RUU PUB cukup mengatur mekanisme dalam hubungan internal dan antar umat agama dalam konteks negara dan nilai-nilai kemanusiaan.
Untuk itu pemerintah harus segera melakukan diskusi dengan LSM, Akademisi dan pihak terkait lainnya agar format RUU ini menajdi ideal dan siap diserahkan ke DPR untuk kemudian di bahas agar disahkan menjadi undang-undang. Ini dikarenakan, hingga saat ini pemerintah selalu mengelak setiap ditanyai mengenai naskah akademik dari RUU PUB.