REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII DPR RI , Saleh Daulay menilai penegakkan hukum harus lebih diutamakan pascainsiden kekerasan yang terjadi di Tolikara, Papua beberapa waktu lalu. Solusi tersebut lebih efektif dan menimbulkan efek jera daripada pembubaran organisasi masyarakat (ormas) yang terkait yakni Gereja Injili Di Indonesia (GIDI).
Saleh menilai jika organisasinya yang dibubarkan tidak memberikan solusi efektif sebagai penyelesaian. Sebab sebuah organisasi digerakkan oleh manusia termasuk pihak yang menjadi dalang di balik aksi tersebut.
"Ormas itu kan digerakkan orang. Nah, orang-orang yang terbukti bersalah di ormas itulah yang harus dihukum. Selain itu, pembubaran ormas dinilai tidak menyelesaikan masalah. Sebab, bisa saja setelah dibubarkan, orang-orangnya mendirikan organisasi lain," jelasnya lewat pesan singkat yang diterima ROL, Selasa (21/7).
Karena itu, menurutnya pemerintah harus menegakkan hukum dengan mencari orang yang berperan utama dalam aksi tersebut. Mereka adalah aktor utama yang harus bertanggung jawab. Ini menghindari pembubaran organisasi namun kemudian membentuk wadah baru dengan nama berbeda. Padahal orang-orang bersalah di dalamnya masih ada.
Apalagi, ujarnya, pembubaran GIDI tidak serta merta bisa dilakukan. Pembubaran ormas tidak boleh melanggar hak dan kebebasan masyarakat untuk berserikat dan berkumpul. Hal itu secara eksplisit diatur dalam pasal 28 UUD 1945.
Ia mendesak pemerintah untuk mencari provokator di balik kemarahan jemaat GIDI. Ini menjadi jalan menuju keadilan yang tepat dan memberikan efek jera lewat penegakkan hukum yang tepat. "Yang jelas, orang yang bersalah dan melakukan penyerangan itu yang harus dihukum. Siapa pun orangnya tanpa pandang bulu. Semua orang sama posisinya di mata hukum,"tegasnya.