DPR Minta Tim Ekonomi Jangan Tercerai-berai

Jumat , 21 Aug 2015, 11:22 WIB
  Menteri Keuangan Soemantri Brodjonegoro memberikan berkas pandangan pemerintah kepada Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan selaku pimpinan sidang saat Sidang Paripurna Ke-37 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (7/7). (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Menteri Keuangan Soemantri Brodjonegoro memberikan berkas pandangan pemerintah kepada Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan selaku pimpinan sidang saat Sidang Paripurna Ke-37 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (7/7). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menggelar sidang paripurna kedua dalam masa sidang pertama 2015-2016, Kamis (20/8). Agenda sidang mendengarkan pandangan fraksi-fraksi di DPR terkait Rancangan APBN 2016 dan nota keuangan pemerintah. Sidang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, yang didampingi Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

Ditemui seusai sidang, Taufik Kurniawan berpendapat, pandangan fraksi-fraksi terhadap pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi)  pada Jumat (14/8) lalu beragam. Pada sidang umum lalu, Presiden menyampaikan sejumlah pokok dalam RUU APBN 2016. Di samping itu, pemerintah juga menjelaskan nota keuangan untuk tahun depan.

Dalam hal itu, pemerintah menargetkan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen, inflasi 4,7 persen, dan nilai tukar rupiah Rp13.400 per dolar AS. Kemudian, suku bunga SPN tiga bulan diasumsikan sebesar 5,5 persen. Terkait energi, harga minyak mentah Indonesia diprediksi senilai 60 dolar AS per barel. Produksi minyak, 830 ribu barel per hari, sedangkan produksi gas bumi diasumsikan 1,155 juta barel setara minyak per hari. Taufik menuturkan, meskipun sebagian besar fraksi-fraksi mengkritik asumsi-asumsi ekonomi pemerintah, RUU APBN 2016 secara garis besar disetujui untuk masuk ke tahap pembahasan selanjutnya.

Kendati demikian, menurut Taufik, prediksi ekonomi makro yang dibuat pemerintah sejauh ini cukup sesuai dengan harapan pasar. DPR juga menilai, pemerintah sudah cukup transparan dan realistis dalam memperkirakan dinamika perekonomian Indonesia ke depan. Dalam arti, Presiden Jokowi tidak mengutamakan pencitraan.