DPR: Pencopotan Buwas Pesta Besar untuk Koruptor

Jumat , 04 Sep 2015, 15:42 WIB
 Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso memberikan pernyataan kepada awak media di Gedung Bareskrim, Jakarta, Rabu (2/9).   (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso memberikan pernyataan kepada awak media di Gedung Bareskrim, Jakarta, Rabu (2/9). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Komisi III DPR RI yang bermitra dengan Polri dan Kejaksaan Agung bingung dengan isu dicopotnya Kabareskrim Komjen Pol Budi Gunawan. Sebab, Buwas dinilai sudah berhasil mengembalikan kepercayaan publik soal penegak hukum ketimbang Jaksa Agung HM Prasetyo.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Hanura Syarifuddin Suding menilai, kinerja Bareskrim Polri dalam mengusut kasus korupsi jauh lebih dibandingkan dengan Kejagung. Dalam menangani kasus korupsi, ia melihat Bareskrim di bawah Buwas sudah berada di jalur yang benar.

"Seharusnya dilihat dari sisi kinerja. Jangan lalu kemudian kinerja orang yang baik, katakanlah betul-betul ‘on the track’ dalam hal melakukan suatu penegakan hukum, lalu kemudian yang bersangkutan di copot," kata Suding kepada wartawan, Kamis (3/9).

Ia menyebut pencopotan Buwas sebagai pesta besar bagi koruptor. "Menurut saya (wacana pencopotan Buwas) ini suatu langkah mundur. Dan ini suatu preseden buruk dan saya kira ini kemenangan mafia terhadap penegakan hukum yang dilakukan bangsa ini," katanya.

Pendapat serupa disampaikan anggota Komisi III DPR RI dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Jamil. "Iya itulah saya katakan (kinerja Bareskrim lebih baik dari Kejagung). Seharusnya memang Kabareskrim harus diapresiasi, dia sudah mencoba mengembalikan kepercayaan publik terhadap polisi," kata Nasir.

Nasir bahkan berani menyebut ada 'main' antara Direktur Utama PT Pelido II, RJ Lino dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hal itu terungkap ketika Bareskrim menggeledah kantor Pelindo II, termasuk ruangan RJ Lino.

"Pada waktu penggeledahan itu Lino marah besar, dan mengatakan bahwa ada orang kuat yang melindunginya, dan orang kuat itu adalah Wapres," katanya.

Nasir menilai wacana pencopotan Jenderal berbintang tiga itu, sangat kental dengan kepentingan kelompok, bahkan partai. "Bahwa memang ini ada pertentangan, persaingan, antara kelompok ini kelompok itu, partai ini partai itu," katanya.

Dalam penanganan kasusnya, Kabareskrim memang telah mengusut beberapa kasus korupsi yang terbilang besar. Sebut saja kasus dugaan korupsi dalam penjualan kondensat bagian negara oleh BP Migas, yang diduga menimbulkan kerugian negara lebih dari Rp 2 triliun.

Selain itu, yang kini tengah disorot adalah pengusutan perkara dugaan korupsi yang terjadi di internal PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II), yang nilai proyeknya mencapai ratusan miliar. Kasus tersebut kabarnya, berkaitan erat dengan penguasan di negeri ini.

Berbeda dengan pihak Kejaksaan, dimana saat ini sedang mengusut kasus penjualan hak tagih (cessie) BPPN. Jika dilihat dari nilai uangnya, kasus ‘cessie’ BPPN yang ditangani Kejagung, sangat jauh berbeda dengan perkara yang ditangani Bareskrim, yang hanya mencapai Rp 32 miliar.

Terlebih dalam mengusut kasus BPPN itu, Kejagung dinilai telah salah melakukan penggeledahan. Bahkan, HM Prasetyo Cs dinilai telah tebang pilih. Pasalnya, dalam kasus ‘cessie’ BPPN, Kejagung hanya berani menyeret satu perusahaan yakni Victoria Securities International Indonesia.

Padahal, dalam kasus tersebut diyakini masih ada perusahaan-perusahaan besar lainnya, bahkan keterlibatan mantan Kepala BPPN, Syarifuddin Tumenggung pun tidak ditelusuri, berbeda dengan Bareskrim yang sudah terang-terangan menegaskan bakal memeriksa RJ Lino di kasus Pelindo II.