REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde siang hari ini (2/9) beserta rombongan mendatangi Gedung DPR RI, Jakarta. Dia diterima oleh Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan dan Ketua Komisi XI Fadel Muhammad. Mantan menteri keuangan Prancis itu tiba di Nusantara III DPR pukul 12.13 WIB.
Pertemuan antara IMF dan pimpinan DPR berlangsung tertutup. Kendati demikian, sebelum dimulai, Taufik Kurniawan memberi keterangan, antara lain, terkait kunjungan sosok petinggi badan dunia itu.
Menurut Taufik, Lagarde menyambangi DPR dalam kaitannya dengan pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Bali pada 2018 mendatang. Sebelumnya, Lagarde kemarin bertemu juga dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka dan sempat memberi kuliah umum di Universitas Indonesia, Salemba.
Politikus PAN ini menegaskan, IMF tidak akan membicarakan soal dukungan dana ataupun utang kepada Indonesia, meskipun kini Indonesia sedang krisis ekonomi. Alih-alih, IMF kini justru mengapresiasi dinamika Indonesia, seperti yang diungkapkan Lagarde kemarin kepada Presiden.
"Kedatangan IMF dulu dengan yang sekarang ini berbeda. Dulu, barangkali situasi politik. Kita sangat ingat betul bagaimana posisi postur Direktur IMF Michel Camdessus saat itu di akhir Orde Baru," tutur Taufik Kurniawan, Rabu (2/9).
Dia menjelaskan, kedatangan petinggi IMF kini bukan dalam kapasitas memberikan tawaran bantuan kepada Indonesia. Setidaknya, ungkap Taufik, IMF kepada DPR akan membahas soal perlemahan rupiah dan kondisi ekonomi global, khususnya harga minyak dunia.
Taufik menilai, Indonesia perlu preview ekonomi dari IMF. Dia juga menyebut, pemerintah Indonesia perlu memanfaatkan kunjungan IMF untuk mencari tahu kecenderungan kebijakan ekonomi Amerika Serikat ke depan, agar Indonesia bisa mengantisipasi.
"Karena situasi ekonomi sudah unpredictable, termasuk undervalue dari nilai rupiah, tentunya ini jadi salah satu poin yang kita harapkan, IMF memiliki suatu kedekatan dengan PBB juga pemerintah Amerika Serikat," ucap dia.
Nantinya kepada Lagarde, Taufik mengaku akan mengeluhkan Amerika Serikat yang terlalu mendominasi politik global. Dia menginginkan, jangan sampai negara-negara berkembang yang tak berkaitan langsung dengan politik luar negeri AS terganggu situasi ekonominya.
Misalnya, lantaran Perang Dingin Negeri Paman Sam dengan Rusia atau currency war dengan Cina. Demikian pula, terkait merosotnya harga minyak dunia. Taufik mengatakan, pangkal soalnya adalah Perang Dingin tersebut yang berfokus di Ukraina. Sehingga, terjadi "perang" harga. Yakni, harga minyak dunia turun terus-menerus belakangan ini, bahkan hingga 50 dolar AS per barel.
"Ini menjadi kondisi yang sangat dilematis dan sangat merugikan kondisi negara-negara dunia yang sangat bergantung pada stabilitas harga minyak dunia," ucap dia.