REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menyesalkan permintaan Gereja Injili di Indonesia (GIDI) terkait rencana pelaksanaan shalat Idul Adha di Tolikara, Papua. Nasir meminta pemerintah bersikap tegas kepada siapapun yang mengganggu kebebasan warga negara dalam menjalankan ibadah sesuai keyakinannya.
"Wah itu gawat itu, kalau sudah mendikte seperti itu," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini saat dihubungi Republika, Ahad (6/9).
Nasir meminta pemerintah menolak permintaan atau syarat yang diajukan GIDI untuk membebaskan dua tersangka kerusuhan di Tolikara saat Idul Fitri beberapa waktu lalu. Pemerintah atau aparat penegak hukum tidak boleh didikte oleh kelompok tertentu. Apalagi, hal ini menyangkut kebebasan dalam menjalankan keyakinan masing-masing.
Menurutnya, permintaan dari GIDI ini semakin menunjukkan adanya kejanggalan terkait insiden Tolikara beberapa waktu lalu. Aparat penegak hukum harus menjadikan ini sebagai pintu masuk mengungkap peristiwa kerusuhan Tolikara saat Idul Fitri.
Sebab, menurutnya, syarat yang diajukan GIDI semakin memperjelas indikasi adanya ketidakberesan dalam peristiwa itu. Jika dalam pelaksanaan shalat Idul Adha nantinya terjadi kerusuhan seperti saat Idul Fitri, tambah Nasir, berarti ada dua pemerintahan di sana.
"Kalau sampai (kerusuhan) itu terjadi, berarti ada pemerintah bayangan," ujar dia.
Sebelumnya, Ketua Komite Umat (KOMAT) untuk Tolikara, Ustaz Bachtiar Nasir membenarkan, ada pertemuan antara Menko Polhukam Luhut Pandjaitan, GIDI dan Muslim Tolikara.
Dalam pertemuan tersebut, GIDI menuntut tiga hal yakni pembersihan nama GIDI atas insiden Idul Fitri, pembebasan dua tersangka kerusuhan dan permintaan kasus itu diselesaikan secara adat. Salah satu tuntutannya GIDI meminta tersangka kerusuhan Tolikara saat Idul Fitri 2015 lalu dibebaskan.
"GIDI minta dua orang yang jadi tersangka dibebaskan,'' kata Ustaz Bachtiar.
Kalau tak dibebaskan, kata Bachtiar, shalat Idul Adha tak bisa dijamin bisa dilaksanakan di Tolikara. Namun, ujar dia, Menko Polhukam menolak permintaan GIDI. Tersangka tetap harus dihukum sesuai dengan aturan hukum di Indonesia.