DPR Minta Target Penerimaan Negara Realistis

Senin , 21 Sep 2015, 21:42 WIB
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah di atas Rp 14 ribu.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah di atas Rp 14 ribu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta mendengarkan aspirasi pelaku usaha terkait revisi penerimaan negara melalui pajak dan Bea cukai pada rancangan APBN 2016. Pada RAPBN itu pemerintah mematok tinggi target penerimaan negara.

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Indah Kurnia mengingatkan bila Pemerintah memaksakan target penerimaan negara terlalu tinggi, maka bisa berkonsekuensi pada meningkatnya resiko pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Dia mencontohkan dengan kenaikan cukai 7-8 persen di cukai rokok, ada 20 ribu pekerja di-PHK perusahaan rokok. "Kalau nanti mau dinaikkan 23 persen, bisa diprediksi 60 ribuan pegawai di-PHK. Itu baru dari pabrik. Belum imbas ke petani dan distributornya," kata Indah.

Anggota Komisi XI DPR lainnya, Maruarar Sirait, menambahkan agar pemerintah mendengarkan keluhan para pelaku dunia usaha yang sudah menyatakan akan sulit bila target penerimaan pajak dan cukai dinaikkan Pemerintah.

Menurut Politikus PDI-P itu, jauh lebih baik Pemerintah menargetkan penerimaan yang lebih rendah tapi tak menganggu sektor usaha.

"Jauh lebih baik targetnya lebih rendah Rp150 Triliun misalnya, tapi nanti capaiannya lebih tinggi. Itu lebih bagus," jelar Maruarar.

Anggota Komisi XI DPR RI, M.Misbakhun, pihaknya prihatin dengan realisasi penerimaan negara dari pajak dan cukai saat ini yang baru 51 persen dari target di APBN-P 2015. Padahal, APBN tahun ini tinggal tersisa kurang dari tiga bulan lagi.

Masalahnya, di asumsi RAPBN 2016 yang diajukan Pemerintah, target kenaikan pendapatan negara dari pajak dan cukai justru tambah dinaikkan.

Padahal, sejumlah kalangan dunia usaha sudah mengadu ke Parlemen soal perlunya Pemerintah mendukung mereka di tengah situasi makro ekonomi yang sulit saat ini. Apalagi ditambah makin buruknya situasi moneter akibat kurs rupiah yang makin terjepit atas US Dollar. 

"Saya inginkan asumsi makro yang realistis. Asumsi makro itu melihat bagaimana kepercayaan pasar. Reaksi pasar akan natural kalau memang dia positif. Ini yang harus dipikirkan bersama. Jangan sampai asumsi makro ini justru membangun yang sebaliknya," kata Misbakhun.

Menurut Misbakhun, dunia usaha butuh insentif, sehingga seharusnya target kenaikan penerimaan pajak dan cukai tak terlalu membebani mereka.

“Mereka para pelaku usaha itu kan butuh bertahan hidup. Situasi ekonomi sedang tak bagus, begini, perlu diberi insentif kepada dunia usaha. Ya termasuk terkait pajak dan cukai, supaya tak menekan napas mereka,” kata Misbakhun.

Politikus Golkar yang juga Sekretaris Panitia Kerja (Panja) Penerimaan Negara Komisi XI itu, menyontohkan industri rokok dan tembakau. Pertama kali dalam sejarah, di 2015, pendapatan industri rokok menurun.

“Di tahun ini saja sudah terjadi penurunan penjualan industrinya. Kalau target cukai dipaksakan naik, akan jadi masalah di industrinya,” kata dia.