DPR Ambil Ilmu dari Jepang Matangkan RUU JPSK

Sabtu , 03 Oct 2015, 08:05 WIB
Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo (kiri) berbincang dengan ketua Komisi XI DPR RI Fadel Muhammad di Gedung Bank Indonesia Rabu (14/1).
Foto: Antara Foto
Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo (kiri) berbincang dengan ketua Komisi XI DPR RI Fadel Muhammad di Gedung Bank Indonesia Rabu (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- DPR belajar ke Jepang untuk mematangkan RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Ketua Komisi XI DPR, Fadel Muhammad mengatakan sebanyak 12 anggota DPR bersama dengan pejabat dari Bank Indonesia, OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bertemu dengan Bank Sentral Jepang serta Otoritas Perbankan Jepang. Dari kunjungan selama empat hari ini, kata Fadel, baik DPR maupun otoritas keuangan di Indonesia mendapat banyak masukan.

Masukan-masukan yang diperoleh dari kunjungan ke Jepang ini rencananya akan menjadi pembahasan dalam masa sidang tahun ini. Rencananya, DPR akan mengupayakan RUU JPSK akan dibawa ke sidang paripurna bulan ini atau selambat-lambatnya dibahas pada akhir masa sidang tahun ini. "Ada beberapa konsep yang berubah dari apa yang sudah kita ajukan," ujar Fadel, kepada Republika.co.id, Jumat (2/10) malam.

Fadel menilai kondisi perekonomian Indonesia yang dari hari ke hari semakin menunjukkan ketidakpastian. Alhasil, RUU JPSK ini diharapkan menjadi dasar hukum untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti pada krisis yang terjadi tahun 1998 lalu.

Jepang, kata dia, dipilih sebagai 'tempat belajar' lantaran Jepang memiliki pengalaman menghadapi krisis. Pada tahun 1998, Jepang juga mengalami krisis serupa dengan Indonesia. Namun, negeri Sakura tersebut merespons dengan membuat regulasi Undang-undang pada tahun 2003 untuk mencegah terjadinya krisis yang sama. Dalam membuat UU tersebut, Jepang juga belajar dari Amerika.

"Jadi dengan belajar ke Jepang, kita sudah mempelajari mekanisme penanganan krisis dari Amerika juga," ujar Fadel.

Di Jepang, kata dia, penganagan krisis fokus pada pencegahan. Jika sudah ada tanda-tanda krisis, otoritas keuangan di Jepang segera mengambil beran. Jika peran tersebut dirasa tidak cukup, maka Bank Sentral akan turut tangan. Diantara poin-poin yang cukup krusial di RUU JPSK ini, Fadel menyebutkan mengenai kewenangan LPS untuk membentuk bridge bank, atau bank perantara untuk memisahkan aset sehat dan tidak sehat dari bank yang sedang dalam pengawasan khusus.

Selanjutnya, mengamini apa yang  ada di Jepang, nantinya penanganan krisis dalam lingkup JPSK juga akan fokus pada pencegahan. Sehingga, nantinya LPS dalam memberikan jaminan kepada tabungan nasabah tidak perlu menggunakan APBN. Sebagai informasi, LPS menjamin dana nasabah yang disimpan dengan nominal di bawah Rp 2 miliar. Jika terjadi colleps, maka LPS akan mengembaikan uang nasabah yang disimpan di bank. Jika dana LPS tidak mencukupi, berdasarkan UU LPS, LPS akan menggunakan APBN untuk mengembalikan dana nasabah.