REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR RI Almuzamil Yusuf menilai, rencana investasi Philip Morris sebesar 1,9 miliar dolar AS di PT. Sampoerna tidak berpengaruh signifikan terhadap RUU Pertembakauan. Sebab, RUU Pertembakauan sendiri sudah mulai dibahas pada masa pemerintahan SBY 2004-2009.
''Kalau bicara perjalanan UU Pertembakauan, itu sudah lama dari 2004-2009. Saya kira persoalan ini tidak terkait dengan Philip Morris,'' kata Almuzamil saat dihubungi Republika, Jumat (30/10).
Mengapa RUU Pertembakauan ini belum tuntas meski sudah masuk program legislasi nasional atau prolegnas. Karena banyak dewan yang berasal dari daerah, terutama Jawa Timur, yang basis konstituennya petani tembakau.
Itu membuat pembahasan RUU Pertembakauan belum selesai. Karena dianggap belum memberikan alternatif, apalagi ditengah ekonomi yang sedang merosot. Selain itu, faktor yang menyebabkan perbedaan pendapat di DPR, antara anggota yang berbicara dari sudut kesehatan dan ekonomi. ''Ini yang tidak ketemu di kita,'' jelasnya.
Bagi anggota dewan yang berbasis pada tembakau, ini lebih memberi ruang pada berkembangnya tembakau. Namun, jika memang RUU ini disahkan, mereka meminta ada alternatif.
Karena, ia melihat kepada solusi integral. Bagaimana jika tiba-tiba masyarakat tidak bisa kembali bekerja. Lalu bagaimana jika pasal kretek dihilangkan, dan kemudian diakui sebagai budaya negara lain, apakah rakyat Indonesia tidak akan marah.
''Saya menduga RUU pertambakauan seperti yang lalu akan kalah dengan isu-isu yang mendesak, seperti asap dan isu ekonomi lainnya,'' ucap Almuzamil.