REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto mewanti-wanti pemerintah agar jangan sampai melanggar konstitusi.
Hal itu terkait dengan pungutan yang akan ditarik pemerintah dari setiap pembelian bahan bakar minyak (BBM).
"Ini memang tidak ada di konstitusi. Mengambil (pungutan) itu melanggar (konstitusi)," ucap politikus Partai Demokrat itu di gedung Nusantara III, kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/1).
Sebelumnya, pemerintah pada Desember 2015 lalu telah menetapkan penurunan harga BBM jenis Premium dan Solar yang efektif berlaku sejak hari ini (5/1). Namun, penurunan harga tersebut disertai pungutan.
Kemarin (4/1), Menko Perekonomian Darmin Nasution menegaskan, pemerintah berencana tetap menjalankan kebijakan memungut uang dari harga jual BBM. Besarnya pungutan tersebut yakni Rp 200 untuk setiap liter pembelian Premium dan Rp 300 untuk setiap liter pembelian Solar.
Karena itu, pemerintah hanya menunda kebijakan tersebut dan mengubah nama pungutan tersebut dari Dana Ketahanan Energi (DKE) menjadi Dana Pengembangan Energi Baru Terbarukan.
Karena penundaan tersebut, maka penurunan harga BBM sejak hari ini (5/1) adalah untuk Premium sebesar Rp 6.950 per liter dan Solar menjadi Rp 5.650 per liter.
Agus Hermanto menegaskan, penurunan harga BBM kini merupakan keniscayaan karena harga minyak dunia juga sedang mengalami tren penurunan.
Dia menambahkan, meskipun tak setuju dengan kebijakan memungut uang dari pembelian BBM, pihaknya menyetujui gebrakan menuju pemanfaatan energi nonfosil.
"Kita harus mengembangkan energi alternatif, energi ramah lingkungan, sehingga kita mampu bersaing di kancah internasional. Apalagi sudah masuk MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)," tukas dia.