REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengingatkan pemerintah harus cermat dan tepat dalam menyikapi perkembangan bisnis berbasis aplikasi software e-commerce.
"Pemerintah harus cermat dan tepat dalam menyikapi perkembangan model bisnis baru berbasis aplikasi software e-commerce," katanya, di Jakarta, Senin, terkait pro-kontra Grab Taksi dan Uber Taksi.
Dia mengatakan, perlu kesepakatan lintas kementerian dan masukan banyak pihak. "Terutama jika model bisnis baru tersebut berhimpitan dengan model bisnis yang sudah ada dan terikat dengan peraturan perundang-undangan," katanya lagi.
Moda transportadi umum selama ini terikat UU dan deregulasi yang ketat. Perubahan pada model bisnis akibat perkembangan teknologi komunikasi informasi harus dikaji dan disikapi dengan tepat.
"Jangan sampai adopsi teknologi, informasi dan komunikasi dengan aplikasi software e-commerce justru merugikan kepentingan usaha yang ada dan mengaburkan penegakan regulasi," katanya lagi.
Dalam kasus ojek "online", kata politisi PKS ini, tidak terlalu masalah karena moda transportasi tersebut tidak resmi dan tidak ada regulasinya.
Menurutnya, hanya diperlukan regulasi teknis yang baru untuk menjamin keamanan dan standar layanan.
"Tapi untuk Uber Taxi dan Grab Taxi ini berkaitan langsung dengan moda transportasi yang sudah resmi ada. Keduanya tidak bisa diperbandingkan 'apples-to-apples'," katanya pula.
Di luar itu, kata dia, aplikasi software Uber Taxi dan Grab Taxi menggunakan transaksi pembayaran "online" langsung ke luar negeri sehingga tidak terjangkau rezim pajak.
Karena itu, lanjut dia, masyarakat luas terutama di perkotaan juga harus bijak menyikapi ini.
Ia menyatakan, kemudahan akses transportasi melalui "inline" juga tidak boleh mengalahkan kepentingan nasional yang lebih luas. "Menhub dan menkominfo harus duduk bersama melakukan kajian mendalam dan rekomendasi kebijakan yang tepat," kata dia.
Kemunculan Uber Taksi dan Grab Taksi telah memicu para sopir taksi di Jakarta menggelar demonstrasi untuk mendesak agar pemerintah melarang layanan taksi berbasis aplikasi pada Senin (14/03)
Pada beberapa kota, seperti Jakarta, Bali dan Bandung serta Surabaya, layanan transportasi Uber juga menimbulkan protes dari sejumlah kalangan terutama menyangkut izin layanan transportasi berbasis aplikasi ini.
Dalam surat yang diterima Kominfo, Senin (14/03), Kemenhub menyatakan dua aplikasi internet itu menyalahi antara lain Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya dan UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.