REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq meminta pemerintah mengambil jalur negosiasi untuk membebaskan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf di daerah Filipina Selatan.
"Operasi militer pemerintah Filipina yang gagal, memberikan isyarat penting untuk membebaskan 10 WNI harus mempertimbangkan pendekatan kemanusiaan melalui jalur negosiasi," katanya, Senin (11/4).
Dia mengatakan apabila prioritas utama pemerintah adalah menyelamatkan 10 WNI maka jalur negosiasi merupakan yang harus ditempuh. Mahfudz mendorong pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) untuk semakin mengintensifkan komunikasi antara penyandera dan perusahaan dalam usaha membebaskan sandera.
"Sejak hari kedua penyanderaan, perusahaan lakukan komunikasi dengan penyandera. Saya mendorong Kemlu mengintensifkan komunikasi, karena kewajiban pemerintah untuk mendampingi dan memfasilitasi dalam pembebasan," ujarnya.
(Baca juga: Pembebasan Sandera Tergantung Kelihaian Negosiator)
Politikus PKS itu menilai opsi menggunakan kekuatan militer tidak memungkinkan diambil dan juga tidak menjamin keselamatan para sandera. Karena itu menurut dia, pemerintah Indonesia harus realistis dan mempertimbangkan opsi kemanusiaan dalam membebaskan 10 WNI.
"Peristiwa militer Filipina yang gagal membuktikan bahwa mereka tidak mampu lalu bagaimana menjamin kalau militer Indonesia masuk lebih beresiko terhadap para sandera dan pasukan yang dikirim," katanya.
Dia menegaskan apabila jalur pemberian uang tebusan diberikan maka itu tidak menggunakan uang negara karena dananya berasal dari perusahan tempat 10 WNI bekerja.
Hal itu menurut dia karena negosiasi uang tebusan dilakukan antara perusahaan dengan kelompok Abu Sayyaf dan pemerintah melakukan pendampingan serta pengawalan sehingga pembebasan sandera berlangsung aman dan lancar.