REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Kepala BKSAP DPR RI Nurhayati Asegaf merasa prihatin atas kejahatan seksual khususnya terhadap perempuan-perempuan. Ia mengatakan, di Indonesia sebenarnya sudah ada UU KDRT, tetapi kenyataannya masih terjadi berbagai kekerasan seksual di beberapa daerah.
Dirinya mengapresiasi apa yang dilakukan pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). "Tetapi, dengan Perppu kebiri, yang harus dilakukan adalah pencegahan, harus diutamakan," kata Nurhayati, usai membukan seminar Parliamentarians for Global Action (PGA), khususnya tentang gender justice dan rule of law through regulations, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (26/5).
Seminar tersebut dihadiri Parlemen dari Malaysia, Filipina, Maladewa. Tujuannya, DPR ingin berbagi pengalaman dan juga instrumen-instrumen atau kebijakan-kebijakan apa yang diletakkan di masing-masing negara terkait dengan kekerasan seksual.
Dirinya berharap, Indonesia menjadi negara yang ramah terhadap perempuan dan anak. Seharusnya, kata dia, jika kekerasan dilakukan anak di bawah umur, orang tua juga harus dikenakan sanksi sosial.
"Di Amerika itu, kalau anak melakukan kesalahan dan dia masih di bawah umur, itu tanggung jawabnya orang tua. Jadi kenapa di negara kita justru ribut anak itu (yang diberatkan hukuman)," ujarnya.
Padahal, lanjut politikus Demokrat tersebut, anak di bawah umur merupakan tanggung jawab orang tua. Kecuali, kata dia, anak itu telah berumur 18 tahun yang sudah bisa dikenakan hukum negara.