REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pembentukan badan intelijen oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) belum mendapat restu DPR RI. Komisi Bidang Pertahanan dan Luar Negeri DPR RI menyatakan, bila Kemenhan ingin membentuk badan intelijen sendiri, Kemenhan harus siap mengubah Undang-Undang yang sudah ada, antara lain UU tentang TNI.
Wakil Ketua Komisi I (pertahanan dan luar negeri) Tubagus Hasanuddin mengatakan, rencana pembentukan badan intelijen oleh Menteri Pertahanan bukan soal perlu atau tidaknya ada badan intelijen sendiri di Kemenhan. Namun, ini lebih pada ada tidaknya diatur dalam UU. Keberadaan badan intelijen akan melanggar UU yang sudah ada. Salah satunya adalah UU TNI.
“Pertama, dalam UU TNI, ancaman yang akan dihadapi oleh TNI itu dari luar, mata dan telinganya itu namanya atase pertahanan. Kalau tidak memiliki atau tidak ada Kementerian Pertahanan, dipindah, dasar atau perhitungan intelijennya dari mana,” tutur Tb Hasanuddin, di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (7/6).
Selain akan melanggar UU TNI, niat Kemenhan juga akan bertentangan dengan UU Intelijen. Sebab, dalam undang-undang, intelijen pertahanan ada di TNI, yaitu Badan Intelijen Strategis (Bais), bukan di Kemenhan.
Politikus PDIP ini menegaskan, seluruh lembaga dan kementerian seharusnya merujuk UU yang ada. Kalaupun ada rencana untuk membentuk badan intelijen khusus di Kemenhan, hal itu tetap dipersilakan, tetapi UU yang mengatur tentang hal itu harus diubah dulu.
Ia mengatakan, yang sudah ada dalam UU tidak dapat diubah oleh peraturan presiden. “Tidak bisa, UU tidak bisa diubah oleh perpres,” tegas dia.