REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Perbukuan (Sisbuk) diupayakan rampung pada akhir tahun ini. RUU inisiatif DPR ini diharapkan bisa melindungi semua pihak, baik penerbit, percetakan, penulis, hingga konsumen. Dengan regulasi yang mengatur sistem perbukuan, kelak distribusi, konten, dan harga buku terjamin.
Demikian mengemuka dalam diskusi Forum Legislasi yang membincang RUU Sisbuk, Selasa (28/6). Anggota Komisi X DPR Ce Popong mengatakan selama ini, kontrol terhadap buku-buku teks belum ada. Kelak, bila RUU ini sudah diundangkan, kontrol terhadap peredaran buku-buku teks lebih mudah.
“Peredaran buku teks, kan, terbatas. Apalagi penulisnya juga tidak sembarang. Berbeda dengan buku umum yang lebih sulit dikontrol, karena sangat luas peredarannya. Penulisnya pun berasal dari beragam latar belakang,” ujar dia.
Ce Popong juga menegaskan, buku bisa menjadi salah satu bagian dari masa depan anak-anak didik. Untuk itu, semua bergantung pada pembahasan RUU Sisbuk. Dia mengatakan secara prinsip, tak ada lagi perbedaan yang mecolok antara DPR dan pemerintah dalam merumuskan RUU ini.
Semantara itu, Dewan Pertimbangan Pusat IKAPI Setya Dharma Madjid menuturkan, saat ini para penulis terkenal Indonesia malah terkenal di luar negeri. Para penerbit dan kampus-kampuslah yang mempopulerkan nama mereka. Ironisnya, di Indonesia tak ada gerakan yang massif mempopulerkan para penulisnya.
Dia berharap RUU ini memberi angin segar terhadap dunia literasi. “Selama ini belum terbangun literasi nasional, karena belum ada sistem. Harga buku yangt dirasa mahal juga bisa dikontrol bila sudah ada sistem yang terbangun lewat UU.