REPUBLIKA.CO.ID, SOFIFI-- Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Malut) minta perhatian serius pemerintah pusat soal keadilan pembangunan. Terutama di bidang energi dan pertambangan. Pemprov Malut tak banyak menikmati kekayaan alamnya.
Demikian terungkap dalam pertemuan delegasi Komisi VI DPR RI dengan Pemprov Malut, di Kota Sofifi, Senin (1/8). Wakil Gubernur Malut M. Natsir Thaib dan SKPD setempat, mengungkapkan, ada PT. Antam, BUMN yang menguasai eksplorasi pertambangan di Halmahera Timur Malut. Namun, Pemprov Malut tak banyak mendapat bagian dari kekayaannya sendiri.
Pada tahun 2015, anggaran daerah Malut Rp 2,258 triliun. Kini, anggaran Malut justru berkurang tinggal sekitar Rp 1 triliun lebih. Padahal kebutuhan pembangunan Malut cukup tinggi, apalagi berbatasan dengan negara lain. Penguasaan tambang oleh Antam dinilai tak membawa kesehteraan bagi masyarakat setempat. Yang ada justru masyarakat banyak terpapar penyakit dari polusi tambang.
Ini menjadi keprihatinan tim kunjungan kerja Komisi VI yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Azman Natawijana. Komisi VI berjanji mendalami temuan ini. Pembangunan smelter oleh Antam juga dinilai jalan di tempat. Padahal, Antam sudah mendapat PMN Rp 3 triliun lebih.
Selain itu, kunjungan kerja Komisi VI juga mendapatkan temuan lain. Di bidang energi, terungkap bahwa Malut hanya menerima suplai solar dari Sulawesi Utara dan Jawa timur. Pajaknya diambil oleh dua provinsi penyuplai. Inilah yang mengakibatkan harga solar di Malut cukup mahal, yaitu Rp 10 ribu per liter.
Hadir delegasi Komisi VI yang mendengarkan keluh kesah keprihatinan Pemprov Malut ini, Bambang Haryo Soekartono, Nyat Kadir, Adisatrya Suryo Sulisto, Dwie Arum Hadiatie, Andriyanto Johan Syah, dan Nur Hasan Zaidi.