DPR: Pemerintah Harus Kaji Ulang Rencana Kenaikan Harga Rokok

Senin , 22 Aug 2016, 17:12 WIB
Fadli Zon (tengah)
Foto: Republika / Tahta Aidilla
Fadli Zon (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menolak rencana pemerintah yang akan menaikkan harga rokok. Ia berharap rencana tersebut sebaiknya dikaji ulang sebelum diterapkan.

"Harus dipikirkan matang-matang, karena masalah rokok ini adalah juga masalah ekonomi, masalah usaha," katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/8).

Fadli mempertanyakan dasar pemerintah melakukan intervensi terhadap perusahaan rokok, terutama soal harga produk. Apakah bisa pemerintah juga mengintervensi suatu perusahaan, atau suatu bisnis yang terkait rokok ini.

Menurutnya, alasan kesehatan yang selama ini dijadikan landasan untuk mengurangi peredaran rokok juga mesti dikaji. Ia melihat, menaikkan harga rokok dengan alasan kesehatan sama sekali tidak tepat.

"Kalau maksudnya adalah untuk membuat suatu upaya pengendalian pada kesehatan, mestinya harus dengan cara lain. Jangan tiba-tiba langsung keluar angka Rp 50 ribu. Ini kajiannya dari mana Rp 50 ribu?," jelasnya.

Fadli menambahkan, menaikkan harga rokok hingga tiga kali lipat dari harga semula bisa berdampak luas. Akan banyak pihak yang merasa dirugikan dengan kebijakan tersebut.

"Karena ini kan dampaknya sangat besar, dampaknya, runtutannya ke bawah, pada petani tembakau, kepada para pengguna, Jadi bukan hanya industrinya," ujarnya.

Selain itu, Fadli juga menilai kontribusi industri rokok terhadap pendapatan negara sangat banyak. Sebab itu, ia meminta kepada pemerintah untuk menimbang dan melakukan kajian ulang terkait rencana tersebut.

"Saya kira ini perlu dikaji. Apalagi biaya cukainya juga masih cukup tinggi di APBN kita. Saya bukan perokok, tapi saya melihat dari sisi ekonomi dan ekonomi rakyat, bahwa ini adalah bagian yang harus kita pikirkan dan harus kita kaji lebih dalam," katanya.

Ia meminta pemerintah jangan sembarangan mengeluarkan kebijakan. Dimana konsep yang masih mentah sudah dilempar ke publik, dan jika publik menolak maka kebijakan itu ditarik kembali.