REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR memastikan akan tetap mengesahkan perppu kebiri menjadi sebuah undang-undang (UU). Beberapa waktu lalu DPR menunda pengesahan perppu kebiri lantaran aturan tersebut masih perlu dilengkapi.
Ketua DPR Ade Komaruddin mengatakan UU dibuat untuk mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat. "Kita akan tetap. Kalau melihat peta yang ada akan disetujui DPR," ujarnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (1/9).
Dia menjelaskan, saat rapat paripurna beberapa waktu lalu, DPR bukannya tidak mau menyetujui perppu tersebut. Hanya saja ada beberapa hal yang harus dipenuhi pemerintah sehingga nanti perppu tersebut menjadi sempurna untuk dijalankan. Pemerintah saat ini sudah memiliki catatan dan mendengar saran dari DPR terkait perppu tersebut. "Kita sangat berkepentingan, terlebih yang saudara tahu saat ini merajalela prostitusi gay dan LGBT. Ini akan kita jadikan pertimbangan cukup," ujar politikus Golkar tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, DPR kembali menunda pengesahan RUU tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU. Keputusan ini diambil karena ada fraksi yang menyatakan tidak setuju RUU tersebut diteken, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Gerindra.
Fraksi Gerindra setuju jika pidana kejahatan seksual anak harus dimaksimalkan. Namun, banyak catatan pada perppu itu yang menjadi kekurangan fatal apabila tidak dilakukan perbaikan. Sebelum menyetujui penetapan perppu menjadi UU, Fraksi Gerindra mengaku masih membutuhkan penjelasan pemerintah. Negara juga dinilai perlu memperkuat sistem rehabilitasi korban, anggaran untuk kebiri kimia dan penanaman chip membutuhkan biaya tidak murah, hingga belum adanya aturan teknis kebiri.
Sementara itu, meski Fraksi PKS mengkritisi perppu tersebut, bukan berarti partai tersebut tidak memberikan perhatian khusus terhadap perlindungan anak. PKS melihat ada sejumlah catatan yang sebelumnya disampaikan, antara lain terjadinya prosedur dalam pengajuan perppu ke DPR. Waktu pengajuan menurut dia melanggar ketentuan pada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.