REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI M. Misbhakun menilai, penerapan UU tax amnesty masih belum maksimal. Sebab, dalam pelaksanaannya masih terkendala sosialisasi.
"Fokusnya soal sosialisasi, bukan konten TA. Permasalahannya, orang masih bertanya seperti apa bentuknya," kata Misbhakun, dalam sebuah diskusi, di kompleks parlemen.
Selama dua bulan pelaksanaan, sejak disahkan DPR, sudah ada orang yang setor satu triliun. Artinya ada progres menjanjikan dari pelaksanaan UU ini. Menurutnya, karena persoalan pajak menyangkut aspek serius dan detail, UU nya dibuat singkat dan jelas. Selain UU, pemerintah juga membuat Peraturan Menteri Keuangan, sehingga semuanya tinggal dijalankan pemerintah.
"Kalau bicara repatriasi acuannya sudah ada. UU Tax Amnesty jelas, pasal 24 pelaksanaan diatur oleh PMK," kata dia.
Politikus Golkar tersebut juga menyatakan timbul viral UU Tax Amnesty menyasar rakyat kecil. Namun ia menyangkalnya, sebab perlu diperhatikan dalam UU TA, Tax Amnesty merupakan hak, bukan kewajiban. Sehingga boleh digunakan atau tidak, dan itu menjadi pilihan wajib pajak.
Hanya saja, jika mengikuti perbaikan SPT tidak bisa ikut Tax Amnesty, karena kalau ikut Tax Amnesty ada tarif 2 persen, sementara untuk UMKM setengah persen. "Sosialisasi seperti ini kemudian tidak dibaca secara clear karena belum baca UU," ucapnya.
Pemahaman ini, menurutnya, yang orang belum tahu UU dan mekanismenya. Misbhakun menyatakan, persoalan sosialisasi sudah disadari dari awal. Sehingga, pemerintah perlu kesatuan pandangan dan sikap, termasuk siapa yang harus jadi pembicara.
Selain itu, perlu figur penting untuk ikut Tax Amnesty. Kalau ada figur penting baik itu tingkat nasional, provinsi, mau kabupaten/kota, masyarakat juga akan tertarik.
"Tax Amnesty pilihan sulit. Tapi pemerintah harus ambil. Kita sejak awal ingatkan pemerintah untuk mengantisipasi ledakan peserta TA. Kepedulian orang terhadap pajak saat ini ratingnya naik berkat Tax Amensty," kata dia.