REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo dinilai keliru menugaskan Menko Polhukam dan Polri untuk memberantas pungutan liar (pungli) di instansi pemerintah. Anggota DPR RI Bambang Haryo Soekartono menegaskan hal ini di DPR, Jumat (14/10).
Kedua instansi ini mestinya fokus saja pada masalah keamanan. Yang tepat untuk mengatasi masifnya pungli adalah Menpan dan Menkum HAM. Apalagi, di instansi pemerintah ada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Harusnya Presiden mengoptimalkan peran semua instansi ini.
"Para menteri harusnya memberikan masukan kepada Presiden bahwa sudah ada struktur dalam kementerian masing-masing yang bisa memberantas pungli. Di Kepolisian ada Propam, TNI ada Propos, di kementerian juga sudah ada Inspektorat Jenderal dan PPNS," ujar politikus Gerindra itu.
Ditambahkan Bambang, penyidikan kasus pungli di instansi pemerintah sebaiknya diserahkan kepada PPNS. Apabila ditemukan unsur pidana, baru diserahkan kepada pihak kepolisian.
"Polisi tidak boleh dipakai untuk selidiki pungli di instansi lain, tugasnya sudah berat. Apalagi, polisi juga aparat negara dimana oknum-oknumnya bisa berbuat yang seperti itu," ujar dia.
Demikian juga Menko Polhukam, tugasnya cukup berat karena harus mengurusi masalah politik yang masih karut marut, keamanan wilayah, ancaman terorisme, dan lain-lain. Presiden, lanjut Bambang, tidak perlu membentuk satuan tugas (satgas) untuk mengurusi masalah pungli, karena hanya menghamburkan anggaran saja di tengah keterbatasan anggaran negara.
"Pemerintah jalankan saja undang-undang ataupun PP (peraturan pemerintah) yang sudah ada dengan baik. Tidak perlu satgas-satgas baru. Sudah ada aparatnya, kok, sesuai dengan struktur dan tupoksi di instansi masing-masing," kata anggota Komisi VI ini.