REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dinilai mampu mencapai swasembada beras dan garam. Anggota komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin menyayangkan Indonesia belum menghasilkan satupun komoditas pangan yang membanggakan secara institusi negara.
“Beras dan garam sangat potensial bagi Indonesia untuk mencapai swasembada, karena negara ini sangat subur dan dalam sejarahnya pernah mencapai swasembada beras. Bentangan pantai wilayah Indonesia merupakan yang terpanjang kedua di dunia setelah Kanada,” ucap Akmal dalam rilisnya (29/11).
Ia menuturkan harga beras Indonesia pernah menjadi yang termahal di dunia pada tahun ini. Keadaan tersebut menjadikan negara-negara produsen beras dari luar, merasa sangat tergiur untuk memasukkan berasnya ke Indonesia. Bulan Februari 2016, harga beras Indonesia mampu mencapai dua kali lipat harga beras Thailand, Vietnam dan India. Harga beras di negara-negara itu dapat mencapai Rp 6.000,- per kilogram. Sedangkan di Indonesia rata-rata sudah Rp 12 ribu, per kilogram.
“Padahal Indonesia merupakan negara produsen beras yang memiliki luasan lahan yang cukup, hanya saja sistem produksinya yang masih tertinggal. Penggilingan padi yang kurang efisian hingga rantai distribusi yang buruk, membuat negara ini banyak tertinggal,” kata dia.
Menurut Akmal, regulasi sistem mengenai beras di dalam negeri masih sangat buruk. Hal ini terlihat dari masalah kesejahteraan petani padi, yang tidak kunjung berubah menjadi lebih baik. Bahkan lebih setengah penduduk miskin Indonesia didominasi petani. Fakta buruknya regulasi perberasan Indonesia juga terlihat ketika pemerintah menyatakan produksi surplus, namun kenyataan dilapangan, di pasar-pasar, menunjukan harga beras naik.
“Selama ini komoditas beras hanya memberikan keuntungan sangat besar pada segelintir pihak. Petani tetap tidak berdaya. Pemerintah harus mulai mengubah paradigma sistem perberasan nasional," kata Akmal.