REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Yudha menilai, Peraturan Menteri (Permen) Nomor 10 Kementerian ESDM di sektor ketenagalistrikan perlu dilakukan dengan tepat guna merespon putusan Mahkamah Konstitusi. Permen tersebut mengatur tentang perjanjian jual beli tenaga listrik.
Putusan MK menghendaki pengelolaan Sumber Daya Alam dikuasai oleh negara. Dalam Permen nomor 10 ada sanksi bagi pengembang yang tidak bisa menyelesaikan proyek pembangkit sesuai target.
"Ini bagus. Kalau dia lebih cepat, maka dia bisa dapat harga lebih. Pengembang profesional bisa terpacu juga. Sebelumnya kan gak gitu," ujar Satya dalam diskusi energi kita di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Ahad (5/2).
Dalam Permen 11, yang mengatur tentang sisi teknis dan harga gas untuk pembangkit listrik. Poin ini bertujuan menjamin kesediaan pasokan gas dengan harga yang wajar dan kompetitif, baik untuk gas pipa maupun gas alam cair LNG (LNG). Ia menilai pemerintah berhati-hati dalam penerapan Permen ini.
"kita minta kajian LNG impor ini, jangan gegabah LNG impor, ini menyangkut tata kelola gas secara keseluruhan, jangan semata mata. Euforia dunia surplus, tapi mereka lupa indonesia harus megembangkan migas kita," tutur politisi partai Golkar itu.
Dalam permen 12 yang mengatur tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik, menurut Satya perlu ada kehati-hatian karena berdampak pada potensi investasi. Ia meminta pemerintah mengajak swasta berembuk dalam kaitan dengan penetapan harga.
"Bagaimanapun juga, selagi infrastrukur belum memadai, maka gak bisa menekan harga," katanya.