DPR dan Pemerintah akan Bahas Lagi PP 1/2017 Soal Ekspor Mineral

Kamis , 09 Feb 2017, 18:27 WIB
Tambang Freeport di Papua
Tambang Freeport di Papua

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VII DPR bersama pemerintah akan membicarakan kembali terkait dengan PP nomor 1 tahun 2017 pada tanggal 22 Februari 2017. Pada Kamis (9/2), Komisi VII DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan beberapa perusahaan pertambangan mineral dan industri smelter. Rapat dilaksanakan secara tertutup.

"Setelah Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) hari ini nanti kami tampung hasilnya dari perusahaan tambang dan industri smelter, nanti tanggal 22 Februari 2017 akan dibicarakan sama pemerintah," kata Anggota Komisi VII DPR RI Dito Ganinduto.

Antam Siapkan Gebrakan untuk Hilirisasi Nikel

Anggota fraksi Golkar tersebut menjelaskan banyak hal telah disampaikan pada RDPU. Dari Freeport diantaranya adanya permasalahan pengurangan produksi, karena memang belum bisa melakukan ekspor. Selain itu, sebagian besar masih bermasalah untuk transisi ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), agar bisa ekspor.

Komisi VII DPR mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan mengundang Direktur Utama dari berbagai perusahaan tambang mineral serta industri smelter, diantaranya adalah dari PT Vale Indonesia, Dirut PT Freeport Indonesia, Dirut PT Amman Mineral Nusa Tenggara, Dirut PT Sulawesi Mining Investment, Dirut PT Gebe Industry Nickel, Dirut PT lndoferro, Dirut PT Cahaya Modern Metal, Dirut PT Indonesia Guang Ching Nikel and Stainless Steel, Dirut PT Indonesia Chemical Alumina. Kemudian Dirut PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW) dan juga Dirut PT Wanxiang Nikel Indonesia.

Agenda rapat kali ini adalah mendengarkan masukan terkait implementasi PP no 1 tahun 2017. Peraturan Pemerintah No.1 tahun 2017 adalah tentang Perubahan Keempat atas PP No.23/2010 terkait pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Poin penting dari PP No.1/2017 tersebut pertama adalah perubahan jangka waktu permohonan perpanjangan IUP/IUPK paling cepat 5 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu izin usaha. 

Sumber : antara