REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Pengawas (Timwas) TKI DPR RI memulai kunjungan kerja lapangan ke Hong Kong untuk menggali informasi terkait permasalahan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang berada di sana. Informasi tersebut nantinya akan menjadi salah satu masukan dalam menyelesaikan revisi UU No 39 tahun 2004 mengenai penempatan dan perlindungan tenaga kerja di luar negeri yang saat ini sedang dibahas oleh Timwas DPR RI.
"Kami berharap para buruh migran Indonesia yang berada di Hong Kong dapat memberi masukan mengenai permasalahan yang kerap menimpa sebagian buruh migran. Sehingga, dengan memetakan secara jelas persoalan, maka dapat dibangun sistem perlindungan TKI yang lebih efektif dan berpihak kepada para buruh migran baik dari pra-penempatan, penempatan dan pasca-penempatan dalam Revisi UU No 39 tahun 2004,'' kata Fahri Hamzah, ketua Timwas TKI DPR RI yang juga wakil ketua DPR RI, setiba di Hong Kong pada Sabtu (18/2).
Setiba di Hong Kong, rombongan langsung mengunjungi shelter-shelter yang selama ini membantu dan memfasilitasi tenaga kerja Indonesia yang mengalami berbagai permasalahan di Hong Kong dengan mendengarkan curahan hati para TKI yang berada di Hong Kong.
Fahri mengatakan harus tumbuh kesadaran bahwa seluruh pekerja Indonesia di luar negeri khususnya di Hong Kong adalah bersaudara. Sementara, konsulat Jenderal RI di Hong Kong menjadi semacam orang tua yang mengayomi warga negaranya.
''Negara, dalam hal ini diwakili oleh Konsulat Jenderal, harus tampak tegas dan berwibawa dalam menghadapi atau membela tenaga kerja yang bermasalah di Hong Kong,” katanya.
Himbauan itu menjawab curahan hati dari Herlina yang merupakan TKI asal Bima, Nusa Tenggara Barat, yang sedang terlilit kasus tuduhan pencurian dari majikannya. Padahal, menurut Herlina, ia telah dijebak. Saat ini Herlina tinggal sementara di shelter yang dikelola Yayasan Dompet Dhuafa Hong Kong.
Wakil Ketua DPR RI bidang Korkesra itu menilai sistem perlindungan tenaga kerja Indonesia saat ini belum berjalan secara optimal. Banyaknya agen-agen penempatan TKI di Hong Kong yang masih mengabaikan hak-hak TKI dan pelanggaran kontrak merupakan indikasi sistem yang selama ini masih banyak memiliki kekurangan dan belum berpihak kepada para TKI.
''Tentu ini akan menjadi masukan berharga dalam perbaikan sistem dan regulasi dalam revisi UU 39 tahun 2004,'' kata Fahri.
Selama lawatan, Fahri mengatakan bahwa ada 3 hal utama yang diagendakan oleh Timwas. Pertama, pertemuan dengan konsorsium asuransi yang menjamin ganti rugi terhadap TKI atas segala kerugian dan musibah. Mereka harus transparan tentang apa saja yang mereka terima dari iuran asuransi yang jumlahnya sekitar Rp 300-400 ribu per TKI.
Kedua adalah terkait perlindungan hukum terhadap TKI di luar negeri. Dari data yang dilaporkan BNP2TKI, tenaga dan dana yang ditanggung pemerintah sangat kecil sekali. Timwas TKI ingin memastikan bahwa jumlah bantuan hukum melalui aparat dan dana dapat ditingkatkan.
Ketiga adalah rapat dengan otoritas data dan imigrasi. ''Sebab, salah satu akar masalah manajemen TKI adalah identitas ganda,'' katanya. ''Perdagangan manusia bermula dari tidak adanya data warga negara yang baku, dan akhirnya warga negara jadi komoditas.''
Pada Minggu (19/2), Timwas TKI melanjutkan kegiatan dengan melakukan pertemuan dengan Pekerja Migran Indonesia di Aula St Paul's Convent School Causeway Bay. Rombongan juga mengunjungi Kawasan Central dan Victoria Park yang merupakan wilayah Favorit para TKI di Hong Kong untuk berkumpul di hari libur.
Kegiatan Timwas TKI di Hong Kong saat ini masih berlangsung dan masih cukup banyak melakukan berbagai kegiatan. Berikut nama nama Timwas TKI DPR RI yang melakukan Kunjungan Kerja Ke Hong Kong:
1. Fahri Hamzah (ketua)
2. Masinton Pasaribu (anggota)
3. Andi Fauziah Pujiwatie (anggota)
4. John Kenedy Aziz (anggota)
5. Elnino M. Husein Mohi (anggota)
6. Saleh Partaonan Daulay (anggota)
7. Nihayatul Wafiroh (anggota)
8. Achmad Zaenuddin (anggota)
9. Irma Suryani (anggota)
10. Ermalena (anggota)
11. Capt. Djoni Rolindawan (anggota)