REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyusunan Buku Pendidikan Anak Harus Menjunjung Nilai Budaya Indonesia Potongan halaman buku cerita berjudul ‘Cerita Aku Belajar Mengendalikan Diri’ dalam seri ‘Aku Bisa Melindungi Diri’ yang dinilai mengandung konten dewasa, marak beredar di tengah masyarakat pada Senin (20/2). Dalam beberapa cuplikan halaman buku itu, terlihat ilustrasi anak kecil tengah berbaring sembari memeluk guling dan menceritakan pengalaman yang dianggap tak pantas untuk dikonsumsi anak-anak.
Menanggapi buku yang mengandung pendidikan seks untuk anak terbitan Tiga Serangkai itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Sutan Adil Hendra menilai, mungkin penulisan dan penyusunan buku itu didasari niat baik untuk memberikan bantuan pada orangtua terkait pendidikan seksual.
“Namun, materi pendidikan seks sejak dini kepada anak harus didukung juga oleh segi kepantasan publikasinya dari sisi nilai-nilai budaya yang dijunjung masyarakat Indonesia,” kata Sutan, Selasa (21/2).
Sutan memaparkan, terkait sisi materi, penyusunan dan penulisan buku pendidikan seks seharusnya melibatkan minimal tiga keahlian, yaitu pedagogi (pendidikan), psikologi, dan ahli kesehatan. Bahkan jika diperlukan bisa melibatkan ahli teologi untuk melihat bagaimana pandangan masing-masing agama terkait materi buku.
“Sisi penggunaan bahasa juga memegang peran penting,'' katanya. ''Karena jika disusun dengan tata bahasa yang sepotong-potong atau parsial justru akan menimbulkan pemahaman yang salah di masyarakat.''
Menurut Sutan, editorial penerbit menjadi kunci untuk menimbang kembali penyajian buku dari sisi kebahasaan, visualisasi, dan dampak jika buku tidak dibaca secara utuh. Buku-buku yang memuat pendidikan seks perlu mencantumkan jenjang usia peruntukan buku dan peringatan bagi orangtua yang mendampingi untuk membaca (disclaimer).
Namun di satu sisi, politisi F-Gerindra itu mengapresiasi respons cepat dari penulis yang melakukan klarifikasi dan juga penerbit yang menarik buku dari peredaran perlu dihargai sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Walaupun demikian, penulis dan penerbit sebaiknya secara bersama-sama memberikan klarifikasi atau juga permohonan maaf sehingga tidak terlihat bertindak masing-masing sebagai pembelaan diri.