Warga Gowa Mengadu Soal Pembangunan Bendung Kareloe ke DPR

Senin , 20 Mar 2017, 16:03 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo.
Foto: dpr
Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo kedatangan warga Desa Garing, Kec. Tompobulu, Kab. Gowa secara tiba-tiba di DPR. Mereka mengadukan nasibnya dari dampak pembangunan waduk dan bendungan Kareloe, Senin (20/3). Mukhtar mengktitik pemerintah pusat maupun daerah yang memperlakukan masyarakat setempat dengan tidak manusiawi.

Dia mengatakan pembangunan Bendung Kareloe di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel) jadi persoalan serius. Sebab, banyak ditemukan kejanggalan dalam proses pembebasan lahan milik warga setempat. Bendungan yang sedianya selesai dibangun pada 2017, hingga kini belum jelas progresnya. Sebanyak Rp 500 miliar lebih anggaran yang sudah dialokasikan untuk pembangunannya.

Waduk ini sudah direncanakan pembangunannya pada 2013 untuk mengatasi krisis air. Warga tidak pernah diajak musyawarah sebelumnya dan juga tak tahu berapa besaran ganti rugi yang akan diterima. Ironisnya, lahan tersebut ternyata sangat produktif sebagai penghasil jagung. Tiba-tiba Pemda setempat menurunkan alat berat dan memberangus lahan jagung tersebut.

“Kareloe adalah daerah terpencil di kabupaten Gowa. Saya pastikan persoalan ini akan dipersoalkan secara nasional. Kita tidak mau ada kerugian negara. Bagi saya bendungan ini seyogyanya memang harus terealisasi, karena menyangkut hajat hidup orang banyak di sana yang membutuhkan air, baik masyarakat Gowa maupun yang berada di Janeponto. Tetapi, tidak boleh mengabaikan hak masyarakat, karena semua sudah dinilai dan dihitung,” kata Mukhtar.

 

Muhktar mengatakan rencana awal pembangunan bendungan sebetulnya di Kab. Janeponto yang bertetangga. Kemudian bergeser masuk ke Kab. Gowa. Tiba-tiba warga Gowa menerima salinan keputusan pengadilan. Padahal, mereka tidak berperkara. Lahan, tanaman produktif, dan rumah akhirnya terpaksa harus ditinggalkan.

 

“Masih banyak warga yang tidak ikhlas, bahkan masih bertahan. Tapi, mereka tidak berdaya menghadapi perlakuan represif aparat keamanan. Banyak kejanggalan di sana,” kata politikus Hanura itu.

Pihaknya berjanji akan berkoordinasi dengan para anggota DPR lintas komisi. Bila perlu dibentuk tim khusus, baik Panja atau Pansus. Tim gabungan DPR juga perlu meninjau lokasi sengketa pembangunan waduk dan bendungan untuk bertemu Pemda dan masyarakat setempat. Intimidasi juga harus dihentikan, karena itu cara-cara primitif yang dilakukan penjajah kepada rakyat kecil.

Mading, seeorang warga Desa Garing, berharap, ada tempat relokasi sementara bagi warga korban penggusuran yang selama ini tak jelas nasibnya. Aksi kekerasan dan teror juga sering kali diterima warga. Ia berharap, mayasarakat diberi kesempatan dulu memanen jagungnya yang beberapa waktu lalu dipaksa untuk ditinggalkan tanpa kejelasan. Bahkan, warga dipaksa memindahkan rumahnya. Kini, warga setempat membangun tenda sementara di kampung tetangga.