REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Pansus RUU Pemilu Hetifah Sjaifudian menurutkan komposisi keanggotaan komisioner KPU butuh berbagai keahlian, tidak hanya politik dan hukum. Menurut dia, KPU juga membutuhkan komisioner yang ahli IT atau logistik. Dengan latar keahlian yang berbeda-beda, diharapkan KPU bisa lebih baik dan memahami penyelenggaraan pemilu yang berkualitas.
Pernyataan ini disampaikan Hetifah menyusul polemik soal keanggotaan KPU yang bisa diisi oleh para politisi. Ia sendiri mengaku heran, mengapa berita yang menyeruak ke publik adalah keinginan parpol-parpol yang ingin menempatkan orangnya sebagai komisioner KPU.
“Kami dari parpol tidak ingin menguasai KPU. Kan, kita yang buat regulasinya masa kita juga yang melaksanakan. Kami ingin antara regulasi dan pelaksanaannya dibuat senafas,” kata dia, Kamis (23/3).
Pansus Wacanakan Parpol Jadi Anggota KPU
Hanya saja di beberapa negara, seperti di Meksiko, lanjut Hetifah, ada perwakilan parpol yang masuk dewan penyelenggara pemilu. Namun, perwakilan parpol itu hanya punya hak suara, tidak punya hak memutuskan.
“Saya juga tidak setuju politisi murni atau lulusan ilmu politik saja yang dianggap pantas menjadi komisioner,” kata dia.
Menurutnya, ahli politik atau politisi memang dibutuhkan untuk mengisi formasi komisioner KPU. Tapi, latar keahlian lain juga sangat dibutuhkan untuk menjadikan KPU lebih memahami pesoalan-persoalan kontemporer pemilu.
“Orang-orang yang punya pengalaman berpolitik biasanya juga memahami soal pemilu. Tapi, yang namanya komisioner KPU back ground-nya harus profesional. Misalnya, ahli IT dan ahli logistik,” ujar dia.