Anggota DPR Ungkap Kontribusi Parlemen RI di Kancah Internasional

Rabu , 12 Apr 2017, 09:23 WIB
Wakil Ketua BKSAP DPR RI Syaifullah Tamliha (dua dari kiri).
Foto: dpr
Wakil Ketua BKSAP DPR RI Syaifullah Tamliha (dua dari kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Wakil Ketua BKSAP DPR RI Syaifullah Tamliha menuturkan tantangan global telah menarik parlemen untuk aktif berpartisipasi dalam kancah hubungan internasional. Dilihat dari perspektif sejarah, kata Syaifullah, ide tentang diplomasi parlemen sebetulnya bukanlah sesuatu yang baru.

Dalam perspektif historis, kata dia, fungsi ini telah dijalankan oleh para anggota senat Romawi baik dalam format kekaisaran maupun republik. Pada dekade 1970-an para anggota parlemen lintas negara-negara Eropa, diantaranya Swedia, Jerman Barat, dan Inggris aktif menjalankan diplomasi parlemen dalam menuntaskan masalah-masalah yang timbul pasca Revolusi Anyelir di Portugal tahun 1974-1975.

 

Oleh karenanya, sambung Syaifullah, peran parlemen tidak dapat dipandang sebelah mata hanya sebagai pelengkap diplomasi yang dijalankan pihak eksekutif. Secara faktual, menurut politisi Fraksi PPP, keterlibatan parlemen dalam berbagai peluang kerja sama internasional merupakan keniscayaan zaman.

Dia mengatakan meski dalam berbagai literatur disebutkan bahwa diplomasi yang dijalankan oleh DPR RI bersifat second track (diplomasi jalur kedua), diplomasi parlemen justru berkembang pesat melampaui diplomasi tradisional yang dijalankan pemerintah.

 

Politikus PPP ini menggarisbawahi bahwa pada praktik di lapangan DPR tidak hanya menjalankan diplomasi parliament to parliament. "DPR juga membuka ruang komunikasi antara parlemen, bisnis, universitas, dan organisasi non pemerintah (NGO) dari mancanegara," kata dia, kata dalam sambutannya saat pertemuan dengan civitas akademika Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Kalimantan Selatan, di Ruang Supardi, Senin (10/4).

Syaifullah mengatakan bahwa diplomasi parlemen adalah amanat UU.MD3. Karena sudah termaktub dalam UU, DPR RI sebagai lembaga negara yang diamanatkan untuk melakukan diplomasi harus siaga menjalankan peran tersebut dengan berpedoman pada prinsip politik luar negeri (Polugri) Republik Indonesia yang bebas aktif guna pencapaian kepentingan nasional Indonesia, yang merupakan penjabaran dari apa yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

 

"Ke depan kita harus memikirkan bersama implementasi diplomasi total yang melibatkan semua pemangku kepentingan, tidak terkecuali civitas akademika dari perguruan tinggi yang ada di Indonesia untuk turut menjaga kepentingan nasional Indonesia," kata dia.

Kiprah parlemen Indonesia juga diperhitungkan di kancah internasional. BKSAP DPR RI menggagas pembentukan Women of Asian Parliamentary Assembly (WAPA) pada tahun 2010. Anggota BKSAP DPR Venna Melinda mengatakan WAPA dibentuk sebagai salah satu komisi di Asian Parliamentary Assembly (APA) yang secara khusus membahas isu-isu perempuan di kawasan Asia dan meningkatkan keterwakilan perempuan dalam sidang-sidang.

Ia menambahkan, BKSAP juga menginisiasi sekaligus bertindak sebagai ketua konferensi pertama perempuan muslim parlemen konferensi PUIC pada tahum 2012. "BKSAP adalah salah satu inisiator dari APPF Women Parliamentarian Meeting yang menghimpun anggota parlemen perempuan Asia-Afrika," kata dia.

 

Menurut politisi Partai Demokrat ini, prestasi internasional diatas memperlihatkan kepercayaan para pemangku kepentingan internasional untuk Indonesia dalam posisi-posisi penting. "Kami menyadari bahwa DPR RI tidak hanya membawa nama baik bangsa, akan tetapi juga membawa diplomasi parlemen ke level yang lebih tinggi lagi," ungkapnya.

 

Pada saat peringatan International Womens Day (IWD), sambungnya, BKSAP berhasil menggalang komitmen dubes-dubes wanita untuk isu-isu terkait perempuan. IWD tersebut dihadiri duta besar dari negara Mongolia, Sri Lanka, Meksiko, Armenia, Romania, Kuba, dan perwakilan kedubes Libanon, kata Venna.

 

"Saya kira ini prestasi membanggakan DPR RI dan bangsa Indonesia secara keseluruhan, ke depan BKSAP dapat berperan sebagai pengawas implementasi kovenan atau perjanjian internasional yang diteken pemerintah," kata dia.