REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Taufik Kurniawan menegaskan dirinya tidak setuju dan menolak bila pasal 156a KUHP tentang penodaan agama direvisi. Pernyataan itu dikeluarkan menyusul adanya keinginan pihak agar pasal tersebut ditinjau ulang pasca Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) divonis dua tahun penjara dalam kasus penistaan agama. Dia juga meyakini apabila pasal penodaan agama sampai direvisi atau dihapus maka toleransi antar umat beragama semakin terancam.
"Nggak perlu direvisi kok. Semuanya NKRI. Jadi kalau ada penistaan agama semuanya harus berlaku pada semua umat. Gak boleh pada semua agama. Justru harus dipertegas, agar kasus penodaan agama tidak terulang lagi," kata Taufik saat ditemui di Kompleks Parlemen, Selasa (16/5).
Menurut Politikus PAN ini, pasal tersebut merupakan batas agar antar umat beragama tidak saling melecehkan. Kemudian yang perlu dilakukan adalah seluruh rakyat Indonesia mentaati aturan-aturan tersebut. Dia juga meminta seluruh rakyat Indonesia mengamalkan nilai-nilai Pancasila untuk tidak menyinggung agama lain. Sehingga, muncul kesadaran untuk selalu menghormati setiap agama maupun suku.
"Siapapun tidak boleh menyinggung masalah isu tentang agama. Karena ini berbahaya," kata dia.
Menurut dia, seluruh rakyat Indonesia harus kembali pada semangat jiwa komitmen sumpah pemuda berbangsa berbahasa dan bertanah air satu Indonesia, itu adalah komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurut dia Taufik, kasus-kasus intoleransi antar umat beragama sebetulnya sumbernya pada posisi tidak terkendalinya berita-berita hoax. Akhirnya rakyat bingung bahkan pihaknya juga bingung, apakah informasi itu benar atau tidak. Sehingga hal ini menyebabkan saling curiga dan saling provokasi dan melebar kemana-mana.
"Saya pun sebagai pimpinan kader partai maupun pimpinan saya keliling seluruh Indonesia, ke Jawa Timur ke NTT ke Sulawesi, nggak ada tuh (intoleransi) yang sifatnya sedemikian rupa dari natural dari rakyat itu tidak ada," kata Taufik.