Panitia Angket KPK akan Bekerja Transparan dan Akuntabel

Rabu , 14 Jun 2017, 19:57 WIB
 Diskusi publik bertajuk menyingkap kinerja KPK sebuah ikhtiar penegakan hukum
Foto: DPR RI
Diskusi publik bertajuk menyingkap kinerja KPK sebuah ikhtiar penegakan hukum

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hak angket merupakan hak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengadakan penyelidikan mengenai masalah tertentu, fungsi ini diatur dalam konstitusi. Ketua Panitia Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa menjelaskan hal tersebut saat acara diskusi publik yang bertajuk Menyingkap Kinerja KPK Sebuah Ikhtiar Penegakan Hukum, di Sekretariat Indonesia Law Enforcement Watch (ILEW).

Dalam diskusi tersebut Agun memulai pembicaraan dengan pertanyaan, apa sih angket? Menurutnya masih banyak orang yang membutuhkan penjelasan tentang angket. Dia mengatakan hak angket adalah hak konstitusional dewan yang dijamin konstitusi, sebagai hak penyidikan tertinggi dalam konteks negara.

Dalam kerjanya Agun menjanjikan Panitia Angket DPR akan bekerja secara transparan dan akuntable. Bahkan dia bersedia menerima yang tidak setuju dengan Panitia Angket ini. Dia mempersilahkan datang ke DPR dan menyampaikan pendapat.

"DPR menggulirkan hak angket ini semata-mata ingin mengembalikan kembali, di mana sebenarnya posisi KPK dalam negara ini dalam sistem demokrasi kita. Metode kerjanya kita akan transparan, akan terbuka, akan mengundang semua pihak," ujar Agun di Sekretariat ILEW Jl. Veteran 1 No 33, Jakarta, Senin (12/6) sore.

Politisi Partai Golkar ini  menguraikan diantara tiga cabang kekuasaan negara, yang sering disebut dengan trias politica, eksekutif, legislatif dan yudikatif, posisi KPK belum jelas, di lapangan KPK mengeksekusi dengan operasi tangkap tangan (OTT) tapi di persidangan juga menjalankan fungsi yudikatif. Terlebih lagi Agun mengatakan tidak ada lembaga yang mengawasi KPK secara tegas.

"Kita juga akan bedah melalui angket ini bagaimana posisi dan fungsi KPK dalam criminal justice system. Karena hukum pidana kita menganut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Hukum formil yang mengatur proses," ujar Agun.

Di sisi lain Direktur Eksekutif ILEW Iwan Sumule menyampaikan, tindakan OTT yang kerap kali dipertontonkan KPK menurut penilaianya telah melanggar UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebab pemberian suap yang kerap kali tertangkap OTT oleh KPK, tidak dapat dikatakan sebagai tindak pidana korupsi, jika penerima suap melaporkan kepada KPK. Tapi jika dalam 30 hari suap yang diterima tidak dilaporkan kepada KPK, baru kemudian penerima suap dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana korupsi.

Pembicara lain dalam diskusi ini antara lain, Mantan Ketua Panitia Pembuat UU Tindak Pidana Korupsi Romli Atmasasmita, Praktisi Hukum dan Advocad Maqdir Ismail. Dalam diskusi ini semua bersepakat bahwa saat ini KPK perlu perbaikan, maka dari itu para pembicara berharap kepada masyarakat agar dapat memahami proses perbaikan ini, dan menghilangkan curiga dan prasangka buruk.