REPUBLIKA.CO.ID, MANDALIKA -- Selama ini terdapat fakta, makanan yang mengandung boraks, formalin, rhodamin, dan bahan-bahan berbahaya lainnya sudah beredar di pasar dan sudah dimakan oleh masyarakat. Demikian dikatakan oleh Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Marinus Gea dalam Kunjungan Kerja Spesifik ke Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Pasar Mandalika, Jumat (9/6) lalu.
Menurutnya, masyarakat sudah keracunan makanan, baru dicari sumber bahan makanannya dan penyembuhan kesehatan untuk masyarakat tersebut, tapi tidak dilakukan pencegahan. "Kita hanya sering masuk ditengah-tengah, tapi sudah dikonsumsi. Artinya umur masyarakat sudah diperpendek dulu, baru kita mau cari penyembuhan, ini saya kira tidak baik," ujar Marinus.
Ketika Tim Kunspek Komisi IX DPR melakukan sidak ke Pasar Mandalika, Lombok, NTB, ditemukan plecing (makanan khas NTB) yang penyimpanannya kurang bersih. Padahal menurutnya salah satu syarat halal itu adalah higienis.
"Kita lihat sama-sama tadi melihat penyimpanannya tidak rapih, kotor, terbuka begitu saja dan dihinggapi lalat, bagaimana itu bisa dikatakan higienis?" katanya mempertanyakan.
Artinya, lanjut Marinus, ketika tidak higienis berarti dia tidak halal. Makanan-makanan seperti ini harusnya jadi perhatian pemerintah jangan sampai dikonsumsi oleh masyarakat.
Ditekankan pula, harus ada aturan-aturan main produksi makanan rakyat. "Harus ada pengesahan dari dinas-dinas terkait dengan menerbitkan PIRT, kemudian ada ML, ada MD, dan lain sebagainya itu. Ini yang tidak terdapat di pasar-pasar," ujar politikus Fraksi PDIP daerah pemilihan (dapil) Banten.
Untuk meminimalisir beredarnya bahan makanan tidak higienis dan berbahaya, menurut Komisi IX pemerintah harus memikirkan cara tercepat untuk mendeteksi makanan-makanan yang beredar di pasar. Sebelum beredar sebaiknya ada suatu alat deteksi cepat yang bisa mengidentifikasi bahan makanan berbahaya seperti boraks dan lain sebagainya.
Di Pasar Mandalika terdapat mobil laboratorium khusus untuk mengawasi bahan makanan yang ada di pasar tersebut. Menurut Marinus hal tersebut belum efisien. "Ini saya lihat ada bagusnya, tapi belum efisien, karena hadir di saat kita ada di sini. Nanti atau besok mungkin pada saat kita pergi mereka juga tidak ada," ujarnya.
Untuk itu, sebaiknya di setiap pasar dibuat satu pos atau tempat khusus untuk pengecekan makanan yang masuk pasar. Kemudian ada cap dari BBPOM bahwa produk itu layak atau tidak layak jual. Terutama di hari-hari besar menjelang hari raya dimana permintaan bahan makanan oleh masyarakat cukup tinggi.