REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang sering mengabaikan hak siswa miskin dan masyarakat di lingkungan di sekitar tempat tinggalnya untuk mengenyam pendidikan, ternyata telah menjadi fenomena secara nasional. Kondisi ini pun meresahkan sebagian orang tua dan siswa.
“Ketika pengumuman PPDB keluar hampir dari seluruh Indonesia melaporkan kekecewaan siswa miskin di karena tidak diterima untuk belajar di sekolah yang dekat dengan lingkungan tempat tinggal mereka,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR Sutan Adil Hendra dari ruang kerjanya, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (6/7).
Merespons keresahan masyarakat itu, Sutan langsung berinisiatif menghubungi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy untuk membicarakan masalah tersebut. Mendikbud menjelaskan telah ada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 17 tahun 2017, khususnya pasal 15 dan 16 tentang kewajiban sekolah untuk memberi alokasi kursi bagi siswa miskin dan masyarakat sekitar untuk belajar di sekolah terdekat.
“Dalam Permen itu sangat tegas diatur agar sekolah memberi alokasi kursi bagi masyarakat sekitar sekolah dan siswa miskin. Namun Mendikbud mengakui Permen tersebut seolah tidak tersosialisasikan dengan baik oleh dinas pendidikan hingga sekolah, sehingga Permen ini tidak berjalan,” jelas Sutan.
Imbasnya, lanjut politisi Fraksi Gerindra itu, Permendikbud itu tidak diindahkan oleh pihak sekolah, bahkan dinas pendidikan sendiri terkesan mengesampingkan permen tersebut. Sehingga kondisi ini membuat sekolah berlaku lepas kontrol dalam penerimaan siswa.
“Kebijakan tak terkontrol ini terlihat dari banyaknya kasus suatu sekolah menerima 90 sampai dengan 100 persen di luar kelurahan bahkan kecamatan tempat sekolah berada. Sedangkan masyarakat di sekitar mereka justru tidak ada yang diterima oleh pihak sekolah,” ujar Sutan.