REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ratusan ribu TKI ilegal di Malaysia terancam razia besar-besaran yang digelar oleh aparat hukum Malaysia. Razia ini merupakan kelanjutan dari implementasi program legalisasi dokumen atau program E-Kad bagi pekerja asing.
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf M Effendi mengatakan DPR melihat pemerintah seperti kebakaran jenggot. Pemerintah seolah-olah tidak siap, padahal proses re-hiring ini dilakukan tiap tahun. Ia menegaskan razia dan penangkapan besar-besaran ini perlu ditindaklanjuti secara serius oleh pemerintah.
Setidaknya, kata Dede, pemerintah harus memastikan bahwa razia dan penangkapan itu tidak dilakukan dengan kekerasan dan tetap mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan (HAM). "Harus dilakukan upaya diplomasi bilateral kepada pemerintah Malaysia agar TKI di sana diperlakukan secara khusus," kata Dede, di Gedung DPR RI, Selasa (11/7).
Ia juga mendesak pemerintah untuk mengupayakan pengurusan legalitas dokumen kerja dan izin tinggal TKI bisa dipermudah dengan biaya yang tidak memberatkan. Menurut Dede, pemerintah perlu mempersiapkan bantuan hukum yang diperlukan sehingga TKI yang terjaring dapat menghadapi proses hukum yang semestinya.
Ketua Komisi IX DPR ini menegaskan nasib warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri tidak boleh dibiarkan begitu saja. Pemerintah menyerap devisa negara dari TKI yang totalnya mencapai Rp 140 triliun, tapi perlindungan tidak diberikan secara maksimal.
Dede mendesak pemerintah memfasilitasi kepulangan TKI non prosedural dengan melakukan pendataan yang benar. Jika diperlukan, pemerintah perlu membantu biaya kepuangan mereka dari anggaran APBN yang ada. Dede juga menilai inilah saat yang tepat untuk memperbarui MOU antar dua negara serumpun ini.
"Ini momen saat yang baik bagi pemerintah untuk memperbarui MoU kerja sama G to G antara pemerintah Malaysia dengan Indonesia. Sekaligus melakukan moratorium, kita stop dulu pengiriman formal, termasuk menutup pintu-pintu tikus agar tidak terjadi gerakan TKI non prosedural sampai MoU ini diperbarui," kata Dede.