DPR: Amblasnya Tol Palindra tak Boleh Terulang

Sabtu , 15 Jul 2017, 18:41 WIB
Anggota Komisi V DPR RI Hamka B Kady
Foto: Dokumentasi DPR
Anggota Komisi V DPR RI Hamka B Kady

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Anggota Komisi V DPR RI Hamka B Kady berpendapat amblasnya jalan yang menjadi jalur akses penghubung ruas Tol Palembang-Indralaya (Palindra) pada 17 Juni 2017 lalu dianggap sebagai suatu kecerobohan dan kekeliruan yang tidak boleh terulang kembali. Pendapat itu disampaikan Hamka saat berdialog membahas persoalan tersebut dengan PT Hutama Karya (HK) selaku kontraktor pelaksana dan dengan pihak Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) di kantor Divisi Konstruksi PT HK cabang Palembang, Sumatra Selatan, Kamis (13/7).

 

"Perencanaannya tidak holistik atau tidak matang. Jangan karena ingin agar jalan itu dapat segera digunakan secara fungsional menjelang Idul Fitri, lalu aspek teknisnya dikesampingkan. Sebab kalau aspek teknis dikesampingkan maka yang timbul adalah celaka," kata Hamka.

 

Ia mengatakan, seharusnya dicari alternatif lain yang dapat digunakan untuk mengantisipasi momen Lebaran. Jangan terlalu dipaksakan untuk dapat segera digunakan. "Ini suatu kejadian yang tidak terprediksi. Pengelola jalan tol tidak mempertimbangkan secara matang hingga kasus ini bisa terjadi," ucapnya.

 

Hamka menyatakan yang menjadi sorotan bagi dirinya dalam persoalan tersebut adalah masalah perencanaan yang tidak dilakukan secara benar. "Sebagian besar trase jalan Tol Trans Sumatra ruas Palembang-Indralaya ini berada pada lahan rawa yang memerlukan teknologi khusus agar jalan daapat dibangun dan tahan lama. Salah satu teknologi yang digunakan adalah dengan metode vacuum consolidation untuk mengurangi kadar air dan udara dari butiran tanah pada lahan tersebut," jelasnya.

Namun hal itu tidak dapat dilakukan, karena adanya badan jalan dibawah kabel saluran udara tegangan tinggi (SUTET) sepanjang 30 meter yang tidak bisa ditanam PVD Vacuum saat proses perbaikan lahan rawa, sehingga dapat mengganggu fungsi Sutet dan dapat membahayakan keselamatan pekerja konstruksi dari sengatan listrik tegangan tinggi.

 

"Bahkan sewaktu dimulai kerja, terjadi pemadaman listrik selama delapan jam di Sumatra. Kecerobohan yang dilakukan perencana dan pelaksana ini akibat adanya keinginan agar jalan tersebut dapat segera digunakan," kata dia mengakhiri.