REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai fraksi di DPR RI telah menyampaikan pandangannya terkait rancangan undang-undang (RUU) Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016. Sejumlah catatan kritis dikemukakan oleh sepuluh fraksi kepada pemerintah.
Ada poin serupa yang disampaikan oleh kesepuluh fraksi, yaitu meminta pemerintah mengedepankan aspek kehatian-hatian dalam pelaksanaan APBN. Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan, Taufik Kurniawan, mengatakan saat ini APBN Indonesia sedang mengalami tekanan fiskal akibat dari situasi ekonomi global yang belum stabil.
Situasi global yang tak menentu itu diakibatkan oleh kebijakan moneter Amerika Serikat (AS), situasi krisis di Semenanjung Teluk, dan penurunan harga minyak dunia yang menyebabkan defisit pada APBN-P 2016 mencapai 2,42 persen dari produk domestik bruto (PDB).
“Kami mengharapkan ke depannya, dan yang dinginkan oleh semua fraksi DPR, tentunya ada aspek kehati-hatian atau prudent dari pemerintah," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (19/7).
Apalagi, kata dia, saat ini, tekanan terhadap fiskal Indonesia belum mereda. Menurut politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu dengan atau tidak disadari, situasi ekonomi yang kurang bersahabat ini, bukanlah salah pemerintah. Situasi ekonomi global-lah yang memberikan tekanan kepada fiskal Indonesia. Alhasil, DPR dan pemerintah harus bersama-sama mencari solusi, tanpa mencari pembenaran masing-masing.
Menurut dia, pada tanggapan pelaksanaan APBN 2016 ini, pemerintah sudah mengakomodir pandangan seluruh fraksi. Taufik pun mengapresiasi pemerintah yang telah mengakomodasi dan menjawab semua pertanyaan dari seluruh fraksi sehingga situasinya menjadi solutif, bukan situasi pembenaran.
"Dengan menjawab seluruh pandangan fraksi yang melakukan pengkritisan dan perbaikan terhadap pertanggungjawaban APBN 2016, pimpinan DPR RI mengapresiasi sikap akomodatif pemerintah itu,” kata Taufik.
Disisi lain, dia mengingatkan pemerintah untuk menggunakan utang negara untuk hal-hal yang bersifat produktif dan menerapkan aspek kehat-hatian. Upaya produktif itu diharapkan dapat meningkatkan lapangan pekerjaan.
Selain itu, dengan mengoptimalkan program-porgram dana transfer daerah atau dana desa, diharapkan dapat meratakan perekonomian dan mengurangi gini ratio di daerah. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2016 ini juga menjadi salah satu bahan dalam penyusunan RAPBN 2018 yang saat ini sedang disusun DPR dan pemerintah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pada 2016, perekonomian dunia masih belum menunjukkan pemulihan dan masih mengalami tekanan perlemahan. Hal ini terlihat dari masih rendahnya harga komoditas pertambangan dan perkebunan, dan rendahnya volume perdagangan dunia. Kondisi tersebut dinilai sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia dan pendapatan negara.
Sri Mulyani menyebut, kondisi perlambatan ekonomi global pada 2016 sangat mempengaruhi proyeksi asumsi-asumsi APBN, terutama sisi pendapatan perpajakan. "Oleh karena itu, untuk mengembalikan kredibilitas APBN, pemerintah melakukan penyesuaian terhadap target pendapatan dan belanja pada APBN TA 2016,” ujarnya.
Konsolidasi fiskal itu, kata dia, tercermin dari perubahan target pendapatan negara, mempertajam belanja negara sesuai prioritas pembangunan, dan peningkatan efisiensi belanja negara. Pengelolaan pembiayaan anggaran dan utang negara pun harus dilakukan secara hati-hati dan bertanggung jawab sesuai prinsip-prinsip pengelolaan utang yang baik agar tidak membahayakan perekonomian dan membebani generasi yang akan datang.
Dia mengatakan, pencapaian pada 2016 diantaranya pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02 persen, yang lebih tinggi dibandingkan 2015 yang hanya 4,8 persen. Gini ratio pun membaik dari 0,402 pada 2015, menjadi 0,397 pada 2016. Tingkat kemiskinan menurun menjadi 10,7 persen pada 2016, dari 11,2 persen pada 2015. Nilai tukar rupiah pun menguat di angka Rp 13.307 per dolar AS.