REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seiring dengan rencana penggunaan gardu tol otomastis, maka seakan-akan terjadi adanya sistem robotisiasi. Hal tersebut menimbulkan keresahan di kalangan pekerja yang biasa bertugas di pintu tol cash terkait dengan nasib mereka. Demikian dikatakan Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Iskandar Dzulkarnain Syaichu dalam rapat dengar pendapat dengan Dirut PT Jasa Marga beserta jajaran dan unsur perbankan di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta.
“Dirut PT. Jasa Marga menyebutkan, dalam waktu 3 sampai 6 bulan ke depan, posisi mereka masih aman. Lalu setelah lewat waktu enam bulan itu, saya ingin tahu bagaimana skema Jasa Marga terhadap mereka yang termasuk golongan kecil ini bila tidak di PHK,” ujar Iskandar, Rabu (11/10).
Dalam paparannya, Dirut PT Jasa Marga sempat menjelaskan bahwa terkait nasib SDM yang ada di gardu jalan Tol yang tadinya disetiap gardu tersebut ada tiga shift, kemudian menjadi non-tunai, Jasa Marga sudah menyiapkan programnya dan tidak melakukan PHK.
“Karena beberapa hal, yakni di gerbang-gerbang tersebut dengan adanya non-tunai bukan berarti tidak ada petugas, apalagi di masa transisi ini. Di kantor pusat, kami sedang mengoptimalkan berbagai fungsi yang kaitannya adalah meningkatkan service. Kami akan menambah beberapa job-job baru di tempat-tempat yang akan kami ciptakan,” ujarnya.
Seluruh peralatan tol yang ada pada PT. Jasa Marga dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) lain sudah seratus pesen bisa membaca uang elektronik, namun demikian penyerapannya atau utilisasi dari uang elektronik itu yang sangat rendah.
“Dalam waktu yang sangat pendek ini, untuk menargetkan seratus persen di tanggal 31 Oktober 2017, yang kami lakukan adalah mengubah posisi peralatan yang ada di gardu, yang selama ini manual. Kami mengubah posisi readernya sehingga yang tadinya di dalam dengan petugas yang menerima dan mengembalikan uang, dialihkan di luar. Sehingga mudah ditaping oleh para pengguna jalan,” jelasnya.
Posisi reader itu juga bisa bertingkat atas bawah, untuk kendaraan-kendaraan tidak hanya golongan I, tetapi juga ruas-ruas yang dimasuki oleh kendaraan yang besar. Pihaknya juga harus memasang portal untuk gardu yang hanya menerima kendaraan-kendaraan yang termasuk golongan I, dan juga harus memodifikasi aplikasi serta memasang automatic lamp berrier di depan gardu.
“Gardu yang dahulu sering disebut GTO, sekarang ini kami menyebutnya GSO. Sejak awal September kami melakukan perubahan itu, dan saat ini Jasamarga memiliki gardu kurang lebih 1.200 jumlah gardu. Sebelum gerakan ini dilaunching, 40 persen dari jumlah gardu tersebut adalah gardu GTO. 60 persen yang merupakan gardu manual itulah yang setiap harinya harus kami rubah posisi peralatan, menambah portal, dan kami pasang palang
otomatis. Sehingga setiap hari di masing-masing titik lokasi sudah mulai 100 persen non-tunai,” terang Dirut PT Jasa Marga.
Hampir semua ruas sudah dengan 5 bank yakni Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN dan BCA) dan prosesnya bertahap karena di beberapa ruas masih ada yang belum bisa mengakses komplit lima bank tersebut. Sosialisasi sudah dilakukan sejak jauh-jauh hari, karena sebelum kami mengubah peralatan, kami juga terus melakukan sosialisasi di seluruh ruas tol yang ada di Indonesia.