REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) membawa Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) untuk dibahas di rapat tingkat II atau paripurna. Rencananya rapat akan digelar pada akhir Oktober mendatang.
Semua sudah tanda tangan dan akan segera diparipurnakan yang rencananya digelar akhir Oktober ini, kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muhammad Hanif Dhakiri dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id beberapa waktu lalu.
Kesepakatan itu tercapai pada pengambilan keputusan rapat tingkat I yang digelar, pada Kamis (12/10) lalu. Rapat dengar pendapat dihadiri Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Kementeran Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).
Hanif mengatakan RUU PPMI bagian perjuangan kehadiran negara untuk perlindungan TKI. Ia berharap RUU PPMI bermanfaat bagi TKI, serta bangsa dan negara.
Menurut Hanif persetujuan RUU PPMI menunjukkan keberhasilan pemerintah dan DPR menyeimbangkan risk managing (manajemen resiko) and opportunity managing (majemen peluang). Ia berharap migrasi menjadi proses baik, serta menigkatkan aspek perlindungan dan kesejahteraan pekerja migran Indonesia.
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf M Effendy mengungkapkan Komisi IX membawa RUU PPMI dalam sidang paripurna pada 25 Oktober 2017. "RUU ini dibawa dalam sidang paripurna pada 25 Oktober mendatang," ujar Dede.
Ia menjabarkan terdapat tujuh isu krusial hasil pembahasan panitia kerja DPR RI. Pertama, penegasan pemisahan tugas dan wewenang kementerian dan badan. Sebab, selama ini terdapat dualisme kewenangan.
Kedua, peran pemerintah daerah (Pemda). Pemda memberi perlindungan pada pekerja saat mulai hingga setelah bekerja, mulai tingkat desa, kabuaten/kota, provinsi.
Ketiga, mengenai Layanan Terpadu Satu Atap (LTSAP) perlindungan pekerja migran Indonesia. LTSAP mengurus administrasi pekerja migran bersama pemerintah pusat.
Keempat, pelatihan vokasi melalui balai latihan kerja. Kelima, mengenai perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia. RUU PMII menekankan peran besar pemerintah, dan mengurangi peran swasta dalam penempatan perlindungan pekerja migran Indonesia.
Keenam, Jaminan Sosial pekerja migran Indonesia dialihkan pada BPJS Ketenagarkejaan sesuai UU sistem Jaminan Sosial Nasional. Selama ini banyak persoalan klaim pekerja migran Indonesia mengalami kesulitan proses pencairan.
Ketujuh, pembiayaan pekerja migran Indonesia dibebankan pada pemberi kerja melalui perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia. Pun salah satu poin memasukkan sanksi pidana.
Dede menuturkan terdapat 13 BAB dan 91 pasan mengatur perlindungan pekerja migran Indonesia. "Semoga RUU ini bermanfaat bagi delapan juta pekerja kita di luar negeri dan yang akan berangkat ke luar negeri," tutur dia.