REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Nasdem Syarif Abdullah Alkadrie mengatakan persoalan pembatasan wilayah operasi tidak perlu diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 108 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek.
Aturan batas wilayah operasi ini merupakan salah satu poin dalam Permenhub yang banyak ditolak oleh pengemudi angkutan daring. Poin lainnya tentang pemasangan stiker di badan mobil, dan aturan uji kir bagi mobil taksi daring yang sebelumnya sudah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Dengan adanya aturan batas wilayah operasi ini, mobil berplat B dilarang memasuki wilayah Bogor, Bandung, dan kota-kota lainnya meskipun mengantar penumpang. Aturan ini dinilai memberatkan oleh para pengemudi taksi daring.
"Kalau menurut saya masalah wilayah ndak perlu diatur lah. Tapi yang masalah lain seperti uji kir, pendataan, kewajiban sebagai transportasi komersial saya kira tetap harus diberlakukan," kata Syarif Alkadrie kepada Republika.co.id, Selasa (31/10).
Syarif menyatakan aturan batas wilayah operasi ini sebenarnya mempunyai maksud positif supaya ada pembagian wilayah, tidak ada rebutan penumpang antarpengemudi. Tapi, dalam implementasinya bisa merepotkan pengguna jasa. Menurutnya, keperluan penumpang beragam. Tidak sedikit pengguna jasa dari Bekasi atau Bogor yang punya tujuan ke Jakarta.
"Kalau saya melihatnya tidak perlu pembatasan wilayah itu. Itu akan mempersulit baik dari pelaksana regulasi maupun penumpang. Penumpang mau cari kendaraan yang sesuai dengan wilayah itu sulit," ujar dia.
Begitu pula terkait penempelan stiker di badan mobil, Syarif menilai aturan ini harus menjadi perhatian pemerintah karena kaitannya terhadap keamanan. Dikhawatirkan, angkutan daring makin sering menjadi sasaran oknum tertentu karena dengan mudah dapat dikenali. Politikus Nasdem ini meminta pemerintah untuk mempertimbangkan aspirasi-aspirasi yang disampaikan masyarakat.
Kendati demikian, Syarif berpendapat pelaksanaan uji kir bagi taksi daring tetap harus dilakukan. Menurutnya, uji kir berkaitan dengan kondisi kelaikan kendaraan dan keselamatan penumpang. Hal itu merupakan konsekuensi yang harus diterima pengemudi karena kendaraannya sudah menjadi kendaraan komersil. "Kalau uji kir saya kira itu harus," ujarnya.