REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Edy Prabowo mendesak pemerintah untuk mengeluarkan 3.000 hektare lahan yang berdampak penting cakupan luas dan strategis dari kawasan hutan di NTT (Nusa Tenggara Timur). Hal tersebut diungkapkannya usai rapat Audiensi Komisi IV DPR dengan Gubernur NTT Frans Lebu Raya dan jajarannya pada Rabu (14/3) lalu, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
“Berdasarkan penjelasan dari Gubernur NTT yang hari ini datang ke Gedung DPR ini di mana tidak ada masalah lagi jika ribuan hektar kawasan hutan di NTT yang memang sudah dihuni lama oleh masyarakat sekitar untuk segera dikeluarkan dari kawasan hutan. Dan sesuai Undang-Undang, keputusan itu ada pada Menteri Kehutanan. Tapi Insyallah, Menteri Kehutananpun tidak masalah,” ujar Edy seperti dalam siaran pers.
Dijelaskan politikus Fraksi Partai Gerinda ini, banyaknya masyarakat yang hidup dan tinggal di kawasan hutan sejak lama membuat kawasan tersebut harus dikeluarkan dari kawasan hutan. Sebab itu berakibat dampak penting cakupan luas bagi masyarakat. Meski demikian ia berharap setelah dikeluarkan dari kawasan hutan, tidak ada konflik di masyarakat terkait hal tersebut.
“Tidak hanya itu, kami juga berharap agar gubernur dan jajarannya menata kawasan tersebut menjadi lebih rapi lagi tata kotanya. Kami juga berharap agar perubahan peruntukan atau alih fungsi lahan hutan itu tidak hanya semata untuk mengembangkan infrastruktur, melainkan juga mengoptimalkan sektor pertanian, peternakan dan perkebunan,"ungkapnya.
Mengingat selama ini, menurutnya, tidak sedikit kebutuhan daging sapi di ibukota berasal dari NTT. Begitupun dalam bidang perkebunan, di mana Kopi NTT menjadi salah satu kopi yang unggul.
Menanggapi hal itu Gubernur NTT Frans Lebu Raya mengucapkan rasa syukur dan terima kasihnya kepada DPR RI, khususnya Komisi IV DPR yang telah merespons positif usulannya terkait daerah yang berdampak cakupan luas dan strategis. Mengingat usulan tersebut sudah diperjuangkan sejak tahun 2010, namun baru tahun ini sekitar 3.400 hektare kawasan hutan di kabupaten atau kota yang ada di NTT ini bisa dikeluarkan dari kawasan hutan.
Di kawasan hutan yang terkena DPCLS itu sebenarnya sudah ada pemukiman, sudah ada dermaga dan sebagainya. Hanya menunggu keputusan untuk mengeluarkan daerah tersebut dari kawasan hutan saja.
Sehingga masyarakat sekitar akan merasa tenang dan tidak lagi merasa berada hidup dalam kawasan hutan. "Mereka sekarang punya kampung halaman yang bisa dikelola dan meningkatkan kehidupan mereka menjadi lebih baik lagi mendatang,” akunya bersyukur.