REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Firman Subagyo menegaskan dalam revisi Undang-Undang tentang Narkotika dan Psikotropika nanti harus ada sanksi berat yang memberikan benar-benar efek jera. Terutama terhadap oknum aparatur negara yang sengaja melakukan pembiaran atau membantu penyelundupan narkoba ke Indonesia.
Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk “Urgensi Revisi UU Narkotika, Pengawasan dan Penindakan yang Ideal”, bersama anggota Komisi III DPR RI M Nasir Djamil di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (20/3) lalu. “Keberhasilan para penyelundup narkoba ke Indonesia, karena adanya bantuan dari oknum aparatur negara yang ikut juga membantu dalam proses penyelundupan,” tegas politikus dapil Jawa Tengah ini seperti dalam siaran persnya.
Oleh karena itu menurutnya, harus ada sanksi yang benar-benar berat dan memberikan efek jera terhadap oknum aparatur negara yang terbukti ikut membantu penyelundupan narkoba. Sanksi pidana terhadap oknum aparat yang terbukti terlibat dalam kasus narkoba belum memberikan efek jera sehingga masih banyak oknum aparat yang ikut membantu penyelundupan narkoba ke Indonesia.
Angota dewan dari Fraksi Golkar ini menegaskan, harus ada sanksi sosial atau denda agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali. “Sanksi sosialnya seperti kerja bakti contohnya membersihkan masjid selama satu tahun atau lebih agar mereka itu kapok,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, pemberantasan narkoba harus sampai ke akar-akarnya. Salah satunya dengan cara Kepolisian menempatkan para atasenya di negara-negara yang indikasinya menjadi pengekspor narkoba.
Pemberantasan narkoba ini harus sampai ke hulu agar Kepolisian itu menempatkan atase ke negara-negara yang diindikasi pengekspor narkoba seperti Filipina, Vietnam, Malaysia dan Cina. Sehingga memudahkan koordinasi dari hulu ketika sudah ada gerak-geriknya.
"(Saat terlihat gerak-gerik mencurigakan) kita langsung bergerak amankan sehingga kita tidak menunggu karena kita memiliki 17 ribu pulau dan pelabuhan tikus yang tidak terjangkau,” imbuh Firman.