REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi V DPR RI Bambang Haryo Soekartono mengatakan letak wilayah Indonesia sangatlah strategis dalam peta jalur perdagangan internasional, karena masuk dalam wilayah poros maritim dunia. Namun potensi besar yang dimiliki Indonesia tersebut belum dieksplorasi secara maksimal oleh pemerintah.
Bambang mengatakan, dengan panjang pantai terbesar dan memiliki lokasi-lokasi yang strategis untuk dibangun pelabuhan-pelabuhan di wilayah Selat Malaka. Namun sayangnya tidak lebih dari 500 ribu peti kemas yang masuk ke Indonesia, dari total sekitar 120-an juta peti kemas dari internasional, yang melewati selat antara Indonesia dan Malaysia itu.
“Pemerintah seringkali menipu data. Padahal indonesia letaknya paling strategis karena dilewati oleh poros maritim dunia. Sembilan puluh persen kapal dunia melewati Selat Malaka, yakni sekitar 100 ribu kapal peti kemas atau sekitar 120 juta peti kemas yang lewat di Selat Malaka,” ungkap Bambang di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (12/4) lalu, seperti dalam siaran persnya.
Politikus Partai Gerindra itu menambahkan, panjang pantai Indonesia yang ada di Selat Malaka adalah sepanjang 600 mil, tetapi kapal peti kemas yang singgah ke Indonesia jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang ke negara Singapura dan Malaysia.
“Potensi seperti ini tidak diangkat. Pembangunannya tidak jelas ke arah mana. Padahal kalau kita berpikir secara poros maritim dunia, maka kita seharusnya membangun infrastruktur di tempat poros maritim dunia itu lewat,” tukasnya.
Menurut Bambang, seharusnya dengan pembangunan infrastruktur yang demikian hebat dan ditambah 16 paket kebijakan ekonomi yang diusung pemerintah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tumbuh luar biasa. Seperti yang terjadi pada negara-negara Asia tenggara lainnya.
“Tetapi arah pembangunannya tidak jelas dan tidak ada manfaat nya untuk publik. Jika diimplementasikan dengan baik, maka pertumbuhan ekonomi kita juga akan semakin baik. Kalaupun ada dari 16 paket kebijakan ekonomi itu yang diimplementasikan, tetapi implementasinya tidak terkoordinir dan tidak terevaluasi secara maksimal oleh pemerintah. Harusnya Presiden Jokowi tidak lebih sering muncul ke publik, tetapi yang sebaiknya muncul adalah kebijakan-kebijakan yang baik,” ujar Bambang.
Ia mengatakan, semua komponen industri yang ada merupakan produk impor. Termasuk juga sektor pangan yang seharusnya tidak boleh impor namun dibuat menjadi impor.
“Dengan adanya impor dan kurs mata uang asing yang tinggi maka kita akan hancur. Implementasi 16 paket kebijakan ekonomi kita hampir zero. Termasuk perizinan dan logistik kita. Kebijakan nomor 15 adalah logistik, tetapi yang dibangun justru bukan sektor transportasi logistik melainkan transportasi LRT (light rapid transit), padahal hal itu tidak masuk dalam kebijakan,” ucapnya.
Sekarang ini, lanjut Bambang, kesenjangan sosial yang terjadi sudah semakin bertambah parah. Pertumbuhan stunting atau masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama kondisinya naik menjadi 38 persen.
“Dengan kondisi (stunting) tersebut, maka generasi kita tidak bisa kerja dimanapun, karena gizinya buruk, IQ nya rendah dan kekuatan fisiknya lemah. Selain itu, generasi kita juga dihancurkan dengan narkoba. Kasus penyelundupan narkoba saat ini adalah yang tertinggi dalam sejarah indonesia. Lebih dari 300 ton narkoba yang tertangkap belum lama ini adalah hanya sekitar dua persen daripada yang beredar di seluruh Indonesia,” tuturnya.