DPR: Menteri Kabinet Kerja Harus Satu Visi dengan Jokowi

Selasa , 15 Nov 2016, 07:59 WIB
Politikus Partai Golkar, M Misbakhun
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Politikus Partai Golkar, M Misbakhun

REPUBLIKA.CO.ID, ‎JAKARTA -- Para menteri di Kabinet Kerja diharapkan memiliki visi yang sama dengan visi Nawacita Presiden Joko Widodo. Salah satunya yakni pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN).

"Siapapun di dalam kabinet kerja tidak boleh memiliki visi misi sendiri, eksekutif harus menjalankan visi Nawacita, visi Trisakti, dan RJPM untuk diwujudkan di tahun 2017," kata anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (15/11).

Menurut Misbakhun, saat ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki tugas besar. Namun kelembagaannya hanya diatur berdasar Peraturan Menteri Keuangan sebagai turunan Peraturan Presiden tentang struktur organisasi kementerian di mana setiap ganti kabinet maka berganti pula perpres-nya.

Selama ini, kata dia, UUD menyebutkan bahwa perpajakan diatur lebih lanjut dalam UU. Saat ini UU tentang substansi materi pajak yang sudah diatur seperti UU Ketentuan Umum Pajak, UU Pajak Penghasilan (PPH), dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

"DJP belum memperoleh kewenangan dalam mengatur SDM, organisasi dan anggaran sendiri. DJP sebagai otoritas pajak masih dikelompokkan sebagai single directorate in ministry of finance (Kementerian Keuangan)," kata dia.

Misbakhun mencontohkan negara-negara di Asia Tenggara seperti Singapura, Filipina, dan Malaysia mendelegasikan kewenangan sumber daya manusia, anggaran dan organisasi ke unit otoritas pajaknya.

Sementara, Indonesia, salah satu penganut model otoritas perpajakan menyatu atau secara garis besar berkoordinasi bawah Kementerian Keuangan. Karena itulah, Indonesia dinilai harus mulai membuka wacana bagaimana memperkuat DJP secara kelembagaan melalui Badan Penerimaan Pajak.

Menurut dia, Indonesia perlu memberikan otonomi pada otoritas pajak melalui reformasi pajak di sektor penerimaan negara. Otonomi tersebut dapat menjadikan organisasi lebih independen sehingga mengurangi tekanan politik terhadap otoritas pajak.

Dua negara seperti Singapura telah membentuk badan terpisah untuk penerimaan negara sejak 1993. Sementara di Malaysia sejak 1992. Sejak saat itu penerimaan mereka naik signifikan.

"BPN merupakan gagasan yang harus segera direalisasikan sebagai badan yang terpisah dari Kemenkeu, yang diharapkan akan meningkatkan penerimaan seperti di beberapa negara yang telah menerapkannya," ujar Misbakhun.